Sengketa Lahan Parkir RSU Tangsel: Intimidasi Ormas dan Potensi Kehilangan Pendapatan Daerah Miliaran Rupiah

Konflik Pengelolaan Parkir RSU Tangsel: Bayang-Bayang Intimidasi dan Kerugian Negara

Di tengah aktivitas pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel), terselip sebuah permasalahan pelik terkait pengelolaan lahan parkir yang melibatkan organisasi masyarakat (ormas) Pemuda Pancasila (PP) Kota Tangsel dan perusahaan pemenang tender, PT Bangsawan Cyberindo Indonesia (BCI).

Perseteruan ini bermula dari upaya PT BCI untuk menjalankan haknya sebagai pengelola parkir yang sah, setelah memenangkan proses tender. Namun, implementasi sistem parkir otomatis terhambat oleh serangkaian intimidasi dan tindakan kekerasan yang diduga dilakukan oleh anggota ormas PP. Kombes Pol Wira Satya Triputra, Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, mengungkapkan bahwa tim kerja PT BCI mengalami ancaman dan kekerasan selama proses pemasangan gate parkir otomatis.

Kronologi Konflik:

  • PT BCI memenangkan tender pengelolaan parkir RSU Kota Tangsel.
  • Saat pemasangan sistem parkir otomatis, anggota ormas PP melakukan intimidasi dan pemaksaan penghentian pekerjaan.
  • Mediasi yang difasilitasi oleh Pemerintah Kota (Pemkot) Tangsel mengalami jalan buntu.
  • Ketua ormas PP menolak meninggalkan lokasi lahan parkir.
  • Terjadi perusakan palang parkir yang telah terpasang dan menyebabkan seorang pekerja PT BCI mengalami luka.

Pihak kepolisian telah melakukan tindakan hukum terhadap 30 orang dan menetapkan Ketua PP Tangsel sebagai tersangka. Saat ini, Ketua PP Tangsel masih dalam pengejaran.

Potensi Kerugian Daerah

Konflik ini tidak hanya menimbulkan kerugian materiil akibat kerusakan fasilitas parkir, tetapi juga mengungkap potensi kerugian pendapatan daerah yang signifikan. Berdasarkan data yang dihimpun, dengan jumlah kendaraan harian yang mencapai ratusan unit, potensi pendapatan dari pengelolaan parkir RSU Kota Tangsel dapat mencapai lebih dari Rp 1 miliar per tahun. Keuntungan ini, yang seharusnya masuk ke kas daerah, diduga telah dinikmati oleh ormas PP sejak tahun 2017, dengan perkiraan total mencapai lebih dari Rp 7 miliar. Dana tersebut diduga digunakan untuk operasional organisasi, termasuk sewa kantor dan iuran untuk ketua ormas.

Inspektorat Pemkot Tangsel melaporkan bahwa seharusnya pemerintah kota mendapatkan pemasukan hingga Rp 5 miliar dari pengelolaan parkir ini. Kasus ini menjadi sorotan tajam terhadap praktik pengelolaan parkir di fasilitas publik dan perlunya pengawasan yang lebih ketat untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan potensi kerugian negara.

Konflik ini masih terus bergulir dan menjadi ujian bagi Pemkot Tangsel dalam menegakkan hukum dan memastikan pendapatan daerah dapat dikelola secara transparan dan akuntabel.