Kontroversi Tanda Kehidupan di Planet K2-18b: Klaim Awal Dipertanyakan
Debat Sengit Mengiringi Dugaan Keberadaan Kehidupan di Planet K2-18b
Klaim sensasional tentang deteksi tanda-tanda kehidupan di exoplanet K2-18b, yang berjarak 120 tahun cahaya dari Bumi, memicu perdebatan sengit di kalangan ilmuwan. Awalnya, peneliti dari Cambridge University melaporkan temuan dimetil sulfida (DMS), sebuah molekul yang erat kaitannya dengan aktivitas biologis di Bumi, khususnya oleh kehidupan laut. Penemuan ini, yang dilakukan dengan menggunakan data dari teleskop luar angkasa James Webb (JWST), sontak menarik perhatian publik dan menimbulkan spekulasi tentang potensi K2-18b sebagai planet layak huni.
Namun, optimisme ini segera diimbangi dengan skeptisisme. Sejumlah ilmuwan, termasuk Rafael Luque dari University of Chicago, mempertanyakan validitas temuan DMS dan keandalannya sebagai indikator kehidupan. Luque dan timnya melakukan analisis ulang terhadap data JWST yang sama, tetapi dengan pendekatan yang lebih komprehensif. Mereka menggabungkan data terbaru dengan pengamatan sebelumnya yang dilakukan selama dua tahun terakhir.
Analisis Ulang Data JWST Mengungkap Sinyal yang Lebih Lemah
Tim peneliti menggunakan data dari tiga instrumen JWST, yaitu Near Infrared Imager and Slitless Spectrograph (NIRISS), Near Infrared Spectrograph (NIRSpec), dan Mid-Infrared Instrument (MIRI) untuk menganalisis planet tersebut.
"Kami menganalisis ulang data JWST yang sama yang digunakan dalam studi yang dipublikasikan awal tahun ini, tetapi dikombinasikan dengan pengamatan JWST lainnya terhadap planet yang sama yang dirilis dua tahun lalu," jelas Caroline Piaulet-Ghorayeb, kolega Luque. Hasilnya menunjukkan bahwa sinyal DMS yang sebelumnya dianggap kuat ternyata jauh lebih lemah ketika semua data dikombinasikan.
Tantangan dalam Mengidentifikasi Molekul di Atmosfer Exoplanet
Identifikasi molekul di atmosfer exoplanet bukanlah tugas yang mudah. Para ilmuwan menggunakan analisis spektral, yang mengandalkan "sidik jari kimiawi" yang unik untuk setiap molekul. Sidik jari ini didasarkan pada cara atmosfer menyerap gelombang cahaya bintang tertentu. Namun, molekul yang memiliki struktur kimia yang mirip dapat menghasilkan pola penyerapan yang serupa, sehingga sulit untuk dibedakan.
Piaulet-Ghorayeb mencontohkan perbedaan antara DMS dan etana, molekul umum di atmosfer exoplanet, yang hanya terletak pada satu atom sulfur. Teleskop canggih seperti JWST memiliki sensitivitas tinggi, tetapi tetap memiliki keterbatasan. Jarak yang jauh ke exoplanet, sinyal yang lemah, dan kondisi atmosfer yang kompleks membuat pembedaan molekul dengan perbedaan sekecil itu menjadi sangat sulit.
Kehati-hatian dalam Menafsirkan Tanda-Tanda Kehidupan
"Sampai kita dapat memisahkan sinyal-sinyal ini dengan lebih jelas, kita harus sangat berhati-hati agar tidak salah menafsirkannya sebagai tanda-tanda kehidupan," tegas Piaulet-Ghorayeb. Pernyataan ini menggarisbawahi pentingnya verifikasi independen dan analisis yang cermat sebelum membuat klaim tentang penemuan kehidupan di luar Bumi. Debat tentang K2-18b menjadi pengingat bahwa pencarian kehidupan di alam semesta adalah proses yang kompleks dan penuh tantangan.
Berikut adalah daftar instrumen yang digunakan oleh tim peneliti:
- Near Infrared Imager and Slitless Spectrograph (NIRISS)
- Near Infrared Spectrograph (NIRSpec)
- Mid-Infrared Instrument (MIRI)