Penangkapan Aktivis Pro-Palestina di Columbia University: Eskalasi Konflik Israel-Palestina di Amerika Serikat

Penangkapan Aktivis Pro-Palestina di Columbia University: Eskalasi Konflik Israel-Palestina di Amerika Serikat

Penangkapan Mahmoud Khalil, seorang aktivis pro-Palestina dan lulusan Universitas Columbia, oleh otoritas imigrasi Amerika Serikat (AS) telah memicu gelombang protes dan kecaman. Penangkapan yang dilakukan pada Minggu, 9 Maret 2025, ini terjadi di tengah meningkatnya ketegangan antara AS dan komunitas pro-Palestina pasca konflik terbaru di Jalur Gaza. Khalil, yang digambarkan oleh Student Workers of Columbia Union sebagai kepala negosiator untuk kamp solidaritas Gaza musim semi lalu, dituduh oleh Departemen Keamanan Dalam Negeri (DHS) memimpin aktivitas terkait Hamas, sebuah organisasi yang ditetapkan sebagai kelompok teroris oleh AS. Namun, rincian tuduhan tersebut masih belum diungkap secara jelas.

Penangkapan Khalil dikaitkan dengan perintah eksekutif Presiden Trump yang bertujuan untuk memerangi anti-Semitisme dan mendeportasi individu yang dianggap mendukung Hamas. Pernyataan DHS menghubungkan tindakan penangkapan ini dengan upaya untuk menegakkan perintah eksekutif tersebut dan dilakukan dalam koordinasi dengan Departemen Luar Negeri. Langkah ini menimbulkan kekhawatiran tentang potensi pelanggaran kebebasan berbicara dan hak-hak sipil, khususnya bagi komunitas mahasiswa yang aktif dalam advokasi politik.

Reaksi terhadap penangkapan Khalil sangat beragam. Student Workers of Columbia Union, organisasi yang mewakili mahasiswa pekerja di Columbia University, menyatakan keprihatinannya atas penangkapan tersebut dan telah merilis pernyataan yang mendukung Khalil. Ribuan orang juga menandatangani petisi yang menyerukan pembebasannya. Sementara itu, pemerintah AS mempertahankan tindakannya dengan menekankan komitmennya untuk memerangi terorisme dan anti-Semitisme. Pernyataan dari Menteri Luar Negeri AS, Marco Rubio, yang menegaskan niat untuk mendeportasi pendukung Hamas, semakin memperkuat sikap keras pemerintah AS terhadap aktivitas yang dianggap mendukung kelompok teroris.

Kejadian ini juga menyorot dampak konflik Israel-Palestina di kampus-kampus AS. Protes-protes mahasiswa di berbagai kampus, termasuk Columbia University, telah terjadi sebagai respons atas konflik di Jalur Gaza. Protes-protes tersebut, sebagian di antaranya berubah menjadi aksi kekerasan, telah memicu debat sengit mengenai kebebasan berbicara, anti-Semitisme, dan batas-batas aktivisme politik di lingkungan kampus. Situasi ini semakin diperumit dengan laporan adanya upaya agen Imigrasi dan Penegakan Bea Cukai (ICE) untuk mengakses gedung-gedung kampus, termasuk asrama mahasiswa, yang memicu pertanyaan serius tentang privasi dan keamanan mahasiswa.

Universitas Columbia, sementara tidak secara langsung menanggapi penahanan Khalil, menekankan kepatuhan mereka pada hukum dan kebijakan kampus yang mengharuskan penegak hukum memiliki surat perintah pengadilan untuk memasuki area kampus yang bukan untuk umum. Pemerintahan Trump juga telah mengambil tindakan yang lebih agresif, termasuk pemotongan dana federal sebesar US$ 400 juta untuk Universitas Columbia, yang dituduh gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari pelecehan. Penangkapan Khalil menjadi babak terbaru dalam konflik yang lebih luas, yang melibatkan isu-isu kompleks tentang kebebasan berbicara, terorisme, dan hubungan antara AS, Israel, dan Palestina.