KPK Kembali Periksa Mantan Bos Petral Terkait Dugaan Mafia Migas
KPK Kembali Periksa Mantan Bos Petral Terkait Dugaan Mafia Migas
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil Bambang Irianto, mantan petinggi Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES), dalam konteks penyelidikan dugaan korupsi di sektor migas. Pemanggilan ini menandai babak baru dalam kasus yang sempat vakum beberapa waktu. Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES), anak perusahaan PT Pertamina (Persero), dan kaitannya dengan rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).
Bambang Irianto, yang menjabat sebagai VP Trading PES periode 2009-2012 dan Managing Director PES periode 2012-2015, menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK. Usai pemeriksaan yang berlangsung hingga pukul 11.00 WIB, Irianto meninggalkan gedung antirasuah tanpa ditahan. Pemeriksaan ini menjadi sorotan mengingat kasus dugaan mafia migas yang melibatkan Petral telah berlangsung bertahun-tahun, dengan investigasi terakhir KPK yang tercatat pada Agustus 2022.
Jejak Kasus Mafia Migas Petral
Kasus ini bermula dari pembubaran Petral oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2015. Empat tahun kemudian, KPK memulai penyelidikan intensif terhadap dugaan praktik korupsi yang merugikan negara miliaran dolar AS. Petral, perusahaan yang berkedudukan hukum di Hong Kong, dan PES, yang berkedudukan di Singapura, menjadi pusat perhatian karena peran keduanya dalam rantai pasokan migas Pertamina. KPK menduga Petral berfungsi sebagai 'perusahaan kertas' ('paper company'), sementara PES menjadi aktor utama dalam praktik mafia migas yang menyebabkan impor minyak dan BBM Pertamina menjadi tidak efisien.
Hasil audit forensik yang sebelumnya diungkap oleh Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said mengungkapkan adanya transaksi mencurigakan senilai USD 18 miliar dalam jual beli minyak mentah dan BBM oleh Petral. Praktik ini diduga melibatkan sejumlah pejabat di PES yang menentukan rekanan dalam tender pengadaan, termasuk Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga sebagai kamuflase untuk menyembunyikan keterlibatan Kernel Oil.
KPK sebelumnya menetapkan Bambang Irianto sebagai tersangka pada tahun 2019. Ia diduga menerima suap senilai USD 2,9 juta melalui SIAM Group Holding Ltd., perusahaan yang didirikannya di British Virgin Island. Suap tersebut diduga terkait dengan pengamanan jatah Kernel Oil dalam tender pengadaan minyak mentah atau produk kilang. Irianto disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Proses Hukum dan Transparansi
Meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka, Bambang Irianto hingga kini belum ditahan. Pemeriksaan sebelumnya pada November 2019, Irianto menyatakan bahwa proses pemeriksaan oleh penyidik KPK berjalan profesional. Namun, detail mengenai aliran dana USD 2,9 juta dan peran Irianto dalam menguntungkan Kernel Oil masih menjadi fokus penyelidikan KPK. Pemanggilan kembali Irianto ini menunjukkan komitmen KPK untuk mengungkap seluruh rangkaian dugaan tindak pidana korupsi dalam kasus ini secara transparan dan akuntabel. Publik berharap KPK dapat segera menyelesaikan kasus ini dan memberikan keadilan kepada masyarakat.
Proses hukum yang sedang berlangsung ini juga menggarisbawahi pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan perusahaan BUMN, khususnya di sektor migas. Peristiwa ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan yang ketat untuk mencegah terjadinya korupsi dan memastikan pengelolaan sumber daya alam nasional dilakukan secara bertanggung jawab dan berorientasi pada kepentingan publik.