Agroforestri: Solusi Efektif Konservasi Biodiversitas dan Mitigasi Iklim di Indonesia
Agroforestri, sebuah sistem pengelolaan lahan yang mengintegrasikan pepohonan dan tanaman pertanian, terbukti menjadi strategi yang efektif dalam menjaga keanekaragaman hayati di berbagai ekosistem penting di Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Guru Besar Ilmu Agroforestri IPB University, Nurheni Wijayanto, yang menyoroti peran vital agroforestri dalam melestarikan hutan tropis, lahan gambut, dan wilayah pesisir.
Dalam konteks hutan tropis, penerapan agroforestri seperti penanaman kopi atau kakao di bawah naungan pohon pelindung (shade-grown coffee) tidak hanya mempertahankan biodiversitas tetapi juga mencegah erosi tanah dan menyediakan habitat bagi satwa liar. Sistem ini menciptakan lingkungan yang seimbang, di mana tanaman pertanian dan pepohonan saling mendukung, menghasilkan ekosistem yang lebih resilien dan produktif.
Di lahan gambut, model paludikultur dengan tanaman seperti sagu dan jelutung memainkan peran penting dalam mencegah kebakaran dan mengurangi emisi karbon. Praktik-praktik lokal seperti sistem beje, budidaya nanas gambut, dan penanaman kelakai semakin memperkuat efektivitas agroforestri dalam menjaga keberlanjutan lahan gambut.
Sementara itu, di wilayah pesisir, agroforestri mangrove (silvofishery) menggabungkan penanaman mangrove dengan tambak udang atau ikan. Pendekatan ini memberikan perlindungan alami terhadap abrasi pantai dan tsunami, sekaligus menciptakan habitat yang kaya bagi biota laut. Dengan demikian, agroforestri mangrove tidak hanya melindungi lingkungan pesisir tetapi juga meningkatkan produktivitas perikanan.
Selain manfaat konservasi biodiversitas, agroforestri juga berkontribusi signifikan terhadap mitigasi dan adaptasi perubahan iklim. Sistem ini mampu menyerap dan menyimpan karbon secara efektif. Bahkan, silvofishery memiliki potensi menyerap karbon 3 hingga 5 kali lebih banyak dibandingkan hutan tropis daratan. Tanaman seperti Samanea saman dan Gliricidia juga memainkan peran penting dalam penyimpanan karbon di biomassa dan tanah.
Agroforestri juga membantu mengurangi emisi dari pertanian konvensional, misalnya dengan mengganti pupuk kimia dengan pupuk hijau dari legum dan mengurangi produksi metana melalui pakan ternak berbasis legum. Secara adaptif, agroforestri meningkatkan ketahanan pangan dan ekonomi masyarakat melalui diversifikasi tanaman, mengurangi risiko gagal panen, mencegah erosi dan banjir, serta menurunkan suhu lokal melalui naungan pohon.
Keberhasilan agroforestri telah dibuktikan melalui berbagai studi kasus di berbagai daerah di Indonesia. Sistem Repong Damar di Krui, Lampung, yang mengombinasikan damar mata kucing, kopi, lada, dan buah-buahan, berhasil mempertahankan 80 persen keanekaragaman hayati setara hutan alam, menyimpan karbon tinggi, dan memberikan manfaat ekonomi berkelanjutan. Agroforestri karet-rimba di Jambi dan Sumatera Selatan, yang menggabungkan karet alam dengan pohon hutan asli, berhasil memulihkan tanah terdegradasi dan meningkatkan hasil karet hingga 30 persen dibandingkan dengan monokultur.
Paludikultur gambut di Kalimantan Tengah, dengan penggunaan jelutung, sagu, dan purun, berhasil mengembalikan hidrologi gambut dan mengurangi kebakaran lahan hingga 70 persen. Silvofishery mangrove di Demak, Jawa Tengah, yang memadukan tambak udang/bandeng dengan mangrove, berhasil mengurangi abrasi pantai dan meningkatkan produktivitas udang hingga 40 persen.
Keberhasilan agroforestri sangat bergantung pada sinergi dan keterlibatan aktif masyarakat. Partisipasi masyarakat, kearifan lokal seperti sistem Repong Damar dan Kebun Talun, serta dukungan kelembagaan lokal seperti Kelompok Tani Hutan (KTH) dan lembaga adat menjadi faktor-faktor penting. Dukungan pemerintah melalui kebijakan seperti penyederhanaan perizinan, subsidi bibit, pembebasan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) untuk lahan agroforestri, sertifikasi produk kayu ramah lingkungan (SVLK), program nasional seperti Perhutanan Sosial, Gerakan Nasional Pemulihan Daerah Aliran Sungai (DAS), dan Desa Mandiri Peduli Gambut juga menjadi tulang punggung pelaksanaan agroforestri di Indonesia.