Pernikahan Anak di Lombok Tengah Berbuntut Laporan Polisi: Lembaga Perlindungan Anak Bertindak
Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Mataram mengambil langkah tegas dengan melaporkan dugaan praktik pernikahan dini yang terjadi di Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB) ke pihak berwajib. Laporan tersebut secara resmi dilayangkan ke Unit Pelayanan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Lombok Tengah pada hari Sabtu.
Kasus ini mencuat setelah video pernikahan sepasang remaja dengan pakaian adat Sasak lengkap, yang sedang duduk di pelaminan, viral di media sosial. Ketua LPA Mataram, Joko Jumadi, mengungkapkan bahwa kedua mempelai tersebut masih di bawah umur. Sang mempelai wanita, yang diketahui berinisial YL, masih berstatus siswi SMP dan berusia 15 tahun. Sementara mempelai pria, RS, berusia 17 tahun dan merupakan seorang putus sekolah.
"Hari ini, LPA Kota Mataram telah membuat laporan pengaduan terkait kasus perkawinan anak yang terjadi di salah satu desa di Lombok Tengah," ujar Joko usai memberikan laporan. LPA Mataram tidak hanya fokus pada kedua mempelai, tetapi juga melaporkan pihak-pihak yang diduga memfasilitasi terjadinya pernikahan di bawah umur ini. Joko menjelaskan bahwa pihak-pihak yang terlibat dalam akad nikah, termasuk orang tua dan penghulu yang menikahkan, turut dilaporkan.
Diduga kuat pernikahan ini dilakukan secara tidak resmi atau di bawah tangan, tanpa pencatatan sipil. Menurut Joko, aparat desa, termasuk Kepala Desa, Kepala Dusun, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa, telah berupaya melakukan pencegahan sejak awal. "Upaya pencegahan telah dilakukan, namun mereka tetap bersikeras untuk melangsungkan pernikahan anak," imbuhnya. Bahkan, setelah pernikahan terjadi, aparat desa melarang dilakukannya tradisi pernikahan suku Sasak yang disebut nyongkolan, namun tetap digelar hingga videonya viral.
LPA Mataram menyoroti peran orang tua dalam kasus ini, meskipun belum diketahui secara pasti keterlibatan penghulu. Joko menekankan bahwa orang tua memiliki peran penting dalam memutuskan apakah pernikahan akan dilangsungkan atau tidak, mengingat kedua anak masih di bawah umur. Laporan polisi ini diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah kasus serupa di masa mendatang. Joko khawatir bahwa viralnya video pernikahan tersebut dapat memberikan contoh buruk bagi anak-anak lain di luar Lombok Tengah.
"Hal ini bisa menginspirasi anak-anak untuk meniru perbuatan ini, sehingga kita berupaya melaporkan ini sebagai bagian dari edukasi kepada masyarakat bahwa perkawinan anak adalah perbuatan yang dilarang oleh undang-undang," tegas Joko. Larangan perkawinan anak telah diatur secara tegas dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
LPA Mataram berharap agar kasus ini tidak hanya berujung pada penegakan hukum, tetapi juga pada proses pemulihan dan rehabilitasi bagi anak-anak yang menjadi korban pernikahan dini. Kasus pernikahan dini ini menjadi sorotan tajam dan diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi semua pihak untuk mencegah terjadinya pernikahan di bawah umur.