Konflik Suriah: Lebih dari Seribu Jiwa Melayang Akibat Bentrokan Mematikan di Latakia
Konflik Suriah: Lebih dari Seribu Jiwa Melayang Akibat Bentrokan Mematikan di Latakia
Bentrokan selama dua hari antara pasukan keamanan Suriah dan loyalis mantan Presiden Bashar al-Assad di wilayah Latakia telah menewaskan sedikitnya 1.018 orang, angka tertinggi sejak pecahnya konflik Suriah pada tahun 2011. Demikian laporan yang dikeluarkan oleh Observatorium Suriah untuk Hak Asasi Manusia (OSDH), lembaga pemantau HAM yang berbasis di Inggris. Jumlah korban jiwa yang mengerikan ini meliputi 745 warga sipil, sebagian besar dilaporkan tewas akibat eksekusi, serta 125 anggota pasukan keamanan Suriah dan 148 loyalis Assad. Angka tersebut masih berpotensi meningkat mengingat berbagai laporan yang menunjukkan adanya kemungkinan korban jiwa yang belum teridentifikasi.
Insiden mematikan ini bermula pada Kamis, 6 Maret 2025, ketika loyalis Assad yang telah disingkirkan dari kekuasaan menyergap pasukan keamanan di Jableh, sebuah kota di wilayah pesisir Latakia. Serangan mendadak ini merupakan tantangan terbesar bagi pemerintah transisi Suriah sejak penggulingan rezim Assad tiga bulan sebelumnya oleh kelompok oposisi yang dipimpin Hayat Tahrir al-Sham. Menanggapi eskalasi kekerasan yang mengancam stabilitas negara, pemerintah transisi mengerahkan ribuan pasukan ke Latakia untuk meredam pemberontakan. Namun, situasi di lapangan tetap rumit karena keberadaan beberapa milisi bersenjata yang memiliki catatan pelanggaran HAM dan dikenal kurang disiplin, meskipun secara nominal berada di bawah kendali pemerintah.
Pemerintah Suriah sendiri telah mengeluarkan pernyataan terkait insiden ini. Mereka menyatakan bahwa jatuhnya korban sipil merupakan akibat "tindakan individu" dan bukan merupakan kebijakan resmi pemerintah. Di sisi lain, pemerintah juga mengakui bahwa pengerahan pasukan dalam jumlah besar di wilayah tersebut telah mengakibatkan pelanggaran HAM. Presiden transisi Suriah, Ahmed Al Sharaa, dalam pidato yang disiarkan oleh sejumlah media Arab, termasuk TV Al Arabiya, pada Minggu, 9 Maret 2025, menyatakan bahwa situasi saat ini merupakan tantangan yang telah diantisipasi. Ia menekankan pentingnya persatuan nasional dan menegaskan bahwa siapa pun yang terbukti melakukan kekerasan terhadap warga sipil akan menghadapi hukuman berat. Pernyataan ini disampaikan menyusul pidato sebelumnya pada Jumat, 7 Maret 2025, yang isinya serupa.
Tragedi di Latakia ini menyoroti kerentanan warga sipil di tengah konflik yang berkepanjangan di Suriah. Meskipun rezim Assad telah digulingkan, tantangan keamanan dan stabilitas negara masih jauh dari usai. Keberadaan milisi yang tidak terkendali dan potensi pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pihak-pihak yang bertikai menuntut perhatian serius dari komunitas internasional untuk mencegah terulangnya tragedi serupa dan membantu Suriah menuju perdamaian dan stabilitas yang berkelanjutan. Proses transisi di Suriah masih menghadapi banyak tantangan, dan insiden di Latakia menjadi pengingat akan betapa rapuhnya situasi keamanan dan betapa pentingnya upaya internasional untuk mendukung proses perdamaian yang inklusif.
Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan adalah:
- Jumlah korban jiwa yang sangat tinggi dan meningkatnya potensi angka sebenarnya.
- Keterlibatan berbagai aktor, termasuk pasukan keamanan, loyalis mantan rezim, dan milisi.
- Peran pemerintah transisi dalam meredam konflik dan mencegah pelanggaran HAM.
- Tanggapan internasional terhadap krisis kemanusiaan dan keamanan di Suriah.
- Peran media dalam pelaporan dan penyebaran informasi terkait konflik.