Pelajar Tersangka Kasus Grup Facebook 'Suka Duka' Tidak Ditahan, Polisi Utamakan Diversi

Penyidik kepolisian memutuskan untuk tidak melakukan penahanan terhadap seorang remaja berstatus pelajar yang terlibat dalam kasus grup Facebook (FB) 'Fantasi Sedarah', yang kemudian berganti nama menjadi 'Suka Duka'. Keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan status pelajar yang bersangkutan dan proses diversi yang sedang berjalan.

Kombes Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa langkah ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke jalur di luar pengadilan, yang ditujukan bagi anak-anak di bawah usia 18 tahun yang berkonflik dengan hukum.

"Terhadap anak tidak dilakukan penahanan dan dikembalikan kepada orang tuanya karena anak masih menjalani ujian sekolah dan sedang menjalani proses diversi," ujar Kombes Ade Ary kepada awak media.

Meski tidak ditahan, remaja tersebut tetap berada di bawah pengawasan Balai Pemasyarakatan Anak (Bapas). Pihak kepolisian memastikan bahwa penanganan kasus ini tetap berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku.

"Anak ini sedang dalam pengawasan dari Bapas atau Balai Pemasyarakatan Anak. Ini adalah SOP yang selalu dipatuhi oleh penyidik karena proses penyidikan itu harus prosedural dan profesional," tegasnya.

Penetapan status tersangka terhadap pelajar ini merupakan hasil pendalaman yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Metro Jaya terhadap grup FB 'Fantasi Sedarah' atau 'Suka Duka'. Proses pendalaman ini juga melibatkan asistensi dari Dittipid Siber Bareskrim Polri dan Dittipid PPA-PPO Bareskrim Polri.

Menurut Kombes Ade Ary, remaja tersebut merupakan anggota aktif dari grup FB 'Suka Duka'. Ia diamankan di Pekanbaru pada hari Rabu (21/5).

"Yang bersangkutan adalah member aktif dari grup Facebook tadi. Kemudian dia juga melakukan distribusi dan menjual konten-konten yang berisi pornografi anak," ungkapnya.

Modus operandi yang digunakan oleh remaja ini adalah menjual konten pornografi dengan harga Rp 50 ribu untuk tiga konten. Setelah transaksi selesai, ia langsung memblokir nomor WhatsApp (WA) atau akun Telegram pembeli.

"Anak ini juga telah mengiklankan di grup Facebook 'Fantasi Sedarah' dan penyidik telah menemukan setidaknya ada 144 grup Telegram yang digunakan Anak untuk mengiklankan konten foto dan video pornografi," jelas Kombes Ade Ary.

Berdasarkan hasil penyelidikan, pelajar tersebut ditetapkan sebagai tersangka karena diduga telah memenuhi unsur Anak yang berkonflik dengan hukum. Ia diduga melanggar Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.