Sengketa Lahan BMKG di Tangsel Memanas: GRIB Jaya Bantah Pemerasan, Klaim Ahli Waris Kantongi Girik

Polemik kepemilikan lahan antara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan sekelompok masyarakat yang mengklaim sebagai ahli waris di Kelurahan Pondok Betung, Tangerang Selatan, memasuki babak baru. Gerakan Rakyat untuk Indonesia Baru (GRIB) Jaya, yang mendampingi para ahli waris, membantah tudingan pemerasan yang dialamatkan kepada mereka dan menegaskan bahwa klien mereka memiliki bukti kepemilikan yang sah berupa girik.

Wilson Colling, Ketua Tim Hukum dan Advokasi GRIB Jaya, menyatakan bahwa para ahli waris telah menempati lahan tersebut secara turun-temurun dan memiliki dasar hukum yang kuat untuk mengklaim kepemilikan. "Ahli waris yang secara turun-temurun telah menempati lahan tersebut dan memiliki bukti kepemilikan berupa girik," ujarnya.

GRIB Jaya juga membantah keras tuduhan bahwa mereka meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai imbalan untuk menarik massa dari lokasi sengketa. Wilson Colling menantang BMKG untuk membuktikan tuduhan tersebut dan menyebutkan nama oknum yang terlibat. "Dari pihak tim hukum DPP GRIB jaya sama sekali tidak pernah ada yang bertanya, tidak pernah ada yang mengucapkan dan tidak pernah ada yang meminta apalagi. Ini ujuk-ujuk ada," tegasnya.

"Kalau memang ada kata-kata Rp 5 miliar itu keluar, silakan sebut namanya siapa, orangnya siapa, disampaikannya dimana, buktinya apa, tangkap kalau memang ada," imbuhnya.

Sengketa lahan ini bermula ketika BMKG melaporkan dugaan pendudukan lahan negara oleh sebuah organisasi masyarakat (ormas) ke Polda Metro Jaya. BMKG mengklaim bahwa ormas tersebut menduduki aset negara di Kelurahan Pondok Betung dan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar sebagai syarat untuk menarik massa.

Plt. Kepala Biro Hukum, Humas, dan Kerja Sama BMKG, Akhmad Taufan Maulana, menyatakan bahwa tanah seluas 127.780 meter persegi atau sekira 12 hektar yang diduduki ormas tersebut merupakan milik negara berdasarkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003. Pembangunan gedung arsip BMKG yang telah dimulai pada November 2023 terhambat akibat sengketa ini.

Menurut Taufan, gangguan keamanan terhadap lahan tersebut telah berlangsung hampir dua tahun dan menghambat rencana pembangunan gedung arsip BMKG. Massa disebut memaksa pekerja menghentikan aktivitas konstruksi, menarik alat berat keluar lokasi, serta menutup papan proyek dengan klaim "Tanah Milik Ahli Waris".

Konflik lahan ini semakin kompleks dengan adanya klaim dari ahli waris yang didukung oleh GRIB Jaya. Sengketa ini melibatkan berbagai aspek hukum, mulai dari bukti kepemilikan, hak atas tanah, hingga dugaan tindak pidana pemerasan. Proses hukum yang transparan dan adil diharapkan dapat menyelesaikan sengketa ini secara tuntas dan memberikan kepastian hukum bagi semua pihak yang terlibat.

Berikut poin-poin penting yang dapat dirangkum dari konflik lahan ini:

  • Klaim Kepemilikan: BMKG mengklaim memiliki Sertifikat Hak Pakai Nomor 1/Pondok Betung Tahun 2003 atas lahan tersebut. Sementara itu, ahli waris mengklaim memiliki bukti kepemilikan berupa girik.
  • Tuduhan Pemerasan: BMKG menuduh ormas yang menduduki lahan meminta uang ganti rugi sebesar Rp 5 miliar. GRIB Jaya membantah tuduhan ini.
  • Hambatan Pembangunan: Sengketa lahan menghambat pembangunan gedung arsip BMKG yang telah dimulai pada November 2023.
  • Proses Hukum: Konflik ini melibatkan proses hukum yang kompleks, mulai dari penyelidikan dugaan tindak pidana hingga pembuktian kepemilikan lahan.