Kemkominfo Usul Integrasi RRI, TVRI, dan Antara dalam Revisi UU Penyiaran

Usulan Integrasi RRI, TVRI, dan Antara dalam Revisi UU Penyiaran

Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah mengajukan usulan strategis terkait revisi Undang-Undang (UU) Penyiaran. Usulan tersebut mencakup kajian mendalam mengenai penggabungan Lembaga Penyiaran Publik (LPP) RRI, TVRI, dan Antara, lembaga berita nasional. Direktur Jenderal Ekosistem Digital Kominfo, Edwin Hidayat Abdullah, menyampaikan usulan ini dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPR RI pada Senin, 10 Maret 2025. Abdullah menekankan pentingnya pengaturan model penggabungan kelembagaan ketiga LPP tersebut, termasuk rencana aksi (roadmap) implementasinya dan pemanfaatan satu platform dan infrastruktur terintegrasi.

Penggabungan ini, menurut Abdullah, merupakan langkah krusial dalam penguatan kelembagaan dan tata kelola media pelat merah. Hal ini sejalan dengan tujuan revisi UU Penyiaran untuk mendorong ekosistem penyiaran multiplatform yang adaptif terhadap perkembangan pesat teknologi digital. Abdullah menambahkan bahwa integrasi ini menjadi isu penting dan signifikan dalam konteks penyiaran multiplatform di era digital saat ini. Pembahasan revisi UU Penyiaran diharapkan dapat mengakomodasi usulan ini untuk menciptakan sinergi yang lebih efektif dan efisien dalam penyebaran informasi publik.

Revisi UU Penyiaran dan Konteksnya:

Revisi UU Penyiaran sendiri telah menjadi agenda prioritas dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2025. Komisi I DPR RI telah mengusulkan revisi ini sebagai prioritas pembahasan. Meskipun sempat dibahas pada periode DPR 2019-2024, revisi UU Penyiaran belum sampai pada tahap pengesahan. Draf revisi UU Penyiaran yang beredar pada awal 2024 sempat menuai kontroversi dan kritikan publik, terutama terkait pasal-pasal yang dinilai mengancam kebebasan pers. Salah satu pasal yang paling disorot adalah pelarangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi.

Pasal 50B ayat (2) dalam draf revisi UU Penyiaran versi Maret 2024 mengatur larangan tersebut. Ayat (3) menetapkan sanksi bagi pelanggaran tersebut, mulai dari teguran hingga pencabutan izin penyelenggaraan penyiaran (IPP). Lebih lanjut, ayat (4) juga mengatur sanksi bagi para pembawa acara atau pengisi siaran yang melanggar aturan tersebut. Kontroversi ini menjadi catatan penting dalam proses revisi UU Penyiaran untuk memastikan keseimbangan antara regulasi dan kebebasan pers.

Kominfo berharap, dengan revisi UU Penyiaran yang komprehensif dan mengakomodir usulan integrasi LPP, akan tercipta ekosistem penyiaran yang lebih sehat, efisien, dan mampu memberikan layanan informasi publik yang optimal di era digital. Proses penyusunan revisi UU ini perlu melibatkan berbagai pihak, termasuk stakeholder di industri penyiaran, akademisi, dan masyarakat sipil untuk memastikan revisi menghasilkan regulasi yang berpihak pada kepentingan publik.

Kesimpulan:

Usulan integrasi RRI, TVRI, dan Antara menjadi bagian penting dalam revisi UU Penyiaran. Kominfo berharap integrasi ini akan meningkatkan efisiensi, sinergi, dan kualitas layanan informasi publik di era digital. Namun, proses revisi perlu memperhatikan berbagai aspek, termasuk potensi dampak terhadap kebebasan pers.