Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto Diskors: Pertentangan Putusan MK dan SEMA Dipertanyakan
Sidang Praperadilan Hasto Kristiyanto Diskors: Pertentangan Putusan MK dan SEMA Dipertanyakan
Sidang praperadilan yang diajukan Sekretaris Jenderal PDI-P, Hasto Kristiyanto, terkait kasus dugaan suap Harun Masiku, mengalami penundaan atau diskors pada Senin (10/3/2025). Penundaan ini terjadi setelah hakim tunggal Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Afrizal Hady, mempertimbangkan pelimpahan berkas perkara Hasto oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke Pengadilan Tipikor Jakarta. Kuasa hukum Hasto, Ronny Talapessy, menyatakan keberatannya atas keputusan tersebut dan menilai adanya potensi permainan hukum.
Ronny Talapessy mengungkapkan kekecewaannya atas tindakan KPK yang melimpahkan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor sebelum praperadilan yang diajukan kliennya selesai disidangkan. Ia menekankan bahwa praperadilan bertujuan untuk menguji sah atau tidaknya penetapan tersangka oleh KPK, bukan menunggu hingga proses persidangan di Pengadilan Tipikor dimulai. Lebih lanjut, Ronny menyatakan bahwa pihak KPK dinilai sengaja menunda proses praperadilan untuk mempercepat pelimpahan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor. Hal ini dianggap sebagai tindakan yang mengabaikan hak terdakwa untuk mengajukan praperadilan sebagaimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Perdebatan hukum muncul dalam sidang tersebut. Pihak pemohon praperadilan, melalui kuasa hukumnya Maqdir Ismail, mengungkapkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 102/PUU-XIII/2015, Nomor 66/PUU-XVI/2018, dan Nomor 27/PUU-XXI/2023 yang menjelaskan bahwa permohonan praperadilan dinyatakan gugur setelah dimulainya sidang pertama atas pokok perkara, bukan pada saat pelimpahan berkas. Putusan MK ini menjadi dasar keberatan tim kuasa hukum Hasto. Mereka berpendapat bahwa pelimpahan berkas sebelum sidang praperadilan selesai tidak serta merta menggugurkan permohonan praperadilan.
Di sisi lain, tim Biro Hukum KPK mengacu pada Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 5 Tahun 2021 yang menyatakan pemeriksaan praperadilan gugur jika berkas perkara tindak pidana telah dilimpahkan ke pengadilan. Terdapat perbedaan penafsiran hukum yang signifikan antara putusan MK dan SEMA tersebut, yang menjadi poin krusial dalam perdebatan selama persidangan. Hakim Afrizal Hady kemudian menunda sidang hingga pukul 13.30 WIB untuk mempelajari dan mempertimbangkan berbagai argumen dan bukti hukum yang diajukan kedua belah pihak.
Penundaan sidang ini menimbulkan pertanyaan tentang implementasi hukum di Indonesia, khususnya terkait mekanisme praperadilan dan perbedaan interpretasi antara putusan MK dan SEMA. Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan figur publik dan menyoroti pentingnya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum di Indonesia. Sidang praperadilan yang diskors ini menunggu keputusan hakim terkait kejelasan penafsiran hukum yang kontroversial ini dan menjadi catatan penting bagi proses peradilan di Indonesia ke depannya. Publik menantikan bagaimana hakim akan memutuskan dan dampaknya terhadap upaya keadilan dalam kasus ini.
Berikut poin-poin penting yang dibahas dalam persidangan:
- Pelimpahan berkas perkara Hasto Kristiyanto ke Pengadilan Tipikor sebelum sidang praperadilan selesai.
- Perbedaan interpretasi antara putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) terkait gugurnya permohonan praperadilan.
- Keberatan kuasa hukum Hasto atas dugaan permainan hukum dan penundaan sengaja dari KPK.
- Hak terdakwa untuk mengajukan praperadilan sesuai KUHAP.
- Penundaan sidang praperadilan untuk mempertimbangkan berbagai argumen dan bukti hukum.