Dokter Spesialis Bedah Saraf Ungkap Dugaan Pemecatan Sepihak Akibat Kritik Kebijakan Kesehatan

Polemik Pemecatan Dokter Spesialis: Sidang MK Ungkap Dugaan Intervensi Menteri Kesehatan

Seorang dokter spesialis bedah saraf, dr. Zainal Muttaqin, baru-baru ini menyampaikan kesaksian yang mengejutkan di Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan pemecatannya dari RSUP Kariadi Semarang pada tahun 2023. Dalam sidang gugatan dengan nomor perkara 111/PUU-XXII/2024, dr. Zainal menduga bahwa pemecatannya tersebut terkait dengan kritiknya terhadap kebijakan kesehatan yang saat itu tengah digodok menjadi Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023.

Menurut penuturan dr. Zainal, ia aktif menulis opini di berbagai media massa, baik cetak maupun daring, mengenai rancangan undang-undang tersebut. Opini-opini tersebut, diduga kuat, tidak sejalan dengan pandangan Menteri Kesehatan (Menkes) saat itu. Puncaknya, pada 27 Maret 2023, dr. Zainal dipanggil oleh Direktur Utama (Dirut) RSUP Kariadi dan menyampaikan pesan dari Menkes yang merasa tersinggung dengan tulisan-tulisannya. Ia diminta untuk "cooling down," sebuah istilah yang menurutnya mengindikasikan tekanan untuk menghentikan aktivitas menulisnya.

Kejadian ini kemudian berlanjut pada 1 April 2023, ketika Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan (Dirjen Yankes) Kemenkes menyampaikan arahan dalam forum di RSUP Kariadi. Dalam forum tersebut, Dirjen Yankes menginstruksikan seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) Kemenkes, termasuk para dokter, untuk hanya menyampaikan masukan positif melalui portal resmi Kemenkes. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya pembatasan terhadap kebebasan berekspresi bagi para tenaga kesehatan.

Pada tanggal 4 April 2023, dr. Zainal dihadapkan pada sidang etik rumah sakit. Anehnya, sidang etik ini tidak membahas isu-isu terkait pelayanan pasien, melainkan fokus pada tulisan-tulisan dr. Zainal yang dianggap menyinggung Menkes. Salah satu tulisan yang menjadi sorotan adalah artikel berjudul "Pentingnya Menjaga Etika Profesi Kedokteran" yang terbit pada 2 April. Meskipun sidang etik tidak menemukan adanya pelanggaran etik maupun medis, dr. Zainal tetap diminta untuk mengirimkan seluruh tulisannya ke semacam "lembaga sensor" yang dibentuk oleh komite etik RSUP Kariadi sebelum dipublikasikan. Permintaan ini ditolak oleh dr. Zainal, yang berpendapat bahwa penilaian terhadap tulisannya seharusnya didasarkan pada Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).

Klimaks dari rangkaian kejadian ini terjadi pada 5 April 2023, ketika dr. Zainal menerima surat pemberhentian sebagai mitra dari RSUP Kariadi. Dirut rumah sakit, dengan raut wajah sedih, menyampaikan bahwa tindakan tersebut merupakan perintah dari Menkes sebagai bentuk tindak lanjut dari permintaan "cooling down." Padahal, masa kerja dr. Zainal seharusnya baru berakhir pada 15 Maret 2024.

Pemecatan dr. Zainal berdampak signifikan terhadap pelayanan bedah epilepsi di RSUP Kariadi. Dalam dua tahun terakhir sejak pemecatannya, jumlah pasien yang menjalani operasi bedah epilepsi menurun drastis, hanya sekitar 10% dari jumlah sebelumnya. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya peran dr. Zainal dalam penanganan kasus-kasus epilepsi yang kompleks.

Kasus ini memicu perdebatan mengenai independensi tenaga medis dan kebebasan berekspresi dalam menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah. Sidang di MK diharapkan dapat mengungkap kebenaran di balik pemecatan dr. Zainal dan memberikan perlindungan yang lebih baik bagi para tenaga medis dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab mereka.

  • Pemecatan Dr. Zainal Muttaqin
  • Sidang MK
  • RSUP Kariadi Semarang
  • Kritik Kebijakan Kesehatan
  • Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023
  • Menteri Kesehatan
  • Kebebasan Berekspresi
  • Independensi Tenaga Medis
  • Bedah Epilepsi
  • Dirjen Yankes