RS Erni Medika Jambi dalam Sorotan: Belum Terakreditasi dan Diduga Kurang Kompeten Tangani Pasien Gawat Darurat
Rumah Sakit Erni Medika di Jambi menjadi sorotan tajam terkait kompetensinya dalam menangani pasien gawat darurat. Badan Pengawas Rumah Sakit (BPRS) Provinsi Jambi mengungkapkan bahwa rumah sakit tersebut belum terakreditasi dan berstatus rumah sakit tipe D, menimbulkan pertanyaan serius mengenai kelayakan penangan pasien, khususnya korban kecelakaan.
Anggota BPRS Provinsi Jambi, Romiyanto, menegaskan bahwa RS Erni Medika tidak boleh dianggap sebagai rumah sakit rujukan utama untuk kasus-kasus gawat darurat, terutama korban kecelakaan. Pernyataan ini muncul untuk mengklarifikasi kesalahpahaman yang berkembang di masyarakat, di mana beberapa puskesmas di Jambi disebut-sebut kerap merujuk pasien langsung ke RS Erni Medika.
"Rumor yang beredar menyebutkan bahwa RS Erni Medika adalah rumah sakit khusus menangani korban kecelakaan, namun hal ini tidak benar. Saat ini, RS Erni Medika bahkan belum terakreditasi dan masih berstatus rumah sakit tipe D," tegas Romiyanto.
BPRS Provinsi Jambi terus melakukan pengawasan terhadap proses akreditasi RS Erni Medika. Romiyanto menekankan pentingnya akreditasi sebagai syarat utama bagi rumah sakit untuk memberikan pelayanan gawat darurat. Ia menyarankan agar korban kecelakaan berat dirujuk ke rumah sakit yang lebih kompeten dan memiliki fasilitas lengkap, seperti RS Raden Mattaher, yang merupakan rumah sakit rujukan utama di Provinsi Jambi.
"Seharusnya, korban kecelakaan berat dirujuk ke rumah sakit yang memiliki kapasitas dan fasilitas yang mumpuni, seperti RS Raden Mattaher," ujarnya.
Romiyanto juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dan kritis dalam memilih rumah sakit rujukan. Ia menyarankan agar masyarakat mencari informasi mengenai akreditasi rumah sakit, ketersediaan dokter spesialis bedah dan saraf, serta fasilitas yang dimiliki sebelum memutuskan untuk dirawat di rumah sakit tertentu.
Pernyataan BPRS ini didasari laporan dari Ulil Fadilah, warga Sarolangun, terkait dugaan malpraktik dan kelalaian yang menyebabkan kematian anggota keluarganya saat dirawat di RS Erni Medika. BPRS menemukan sejumlah kejanggalan dalam kasus tersebut, termasuk tidak dirujuknya pasien selama enam hari meskipun rumah sakit tidak memiliki fasilitas memadai.
"Kita sudah panggil pihak rumah sakit, tetapi tidak mau datang. Padahal kita mau konfrontir dengan pernyataan ibu korban. Kita kesulitan buat komunikasinya," kata Romiyanto.
BPRS mempertanyakan kompetensi dokter yang menangani pasien dan alasan rumah sakit tidak segera merujuk pasien ke rumah sakit rujukan dengan fasilitas lengkap. BPRS juga menyoroti pernyataan pemilik RS Erni Medika, yang bukan berlatar belakang medis, mengenai kondisi pasien yang mengalami penggumpalan darah di kepala dan harus segera dioperasi.
"Kok orang yang notabene bukan orang medis bisa menyampaikan itu? Kenapa tidak dokter spesialis yang menangani? Itu yang kita konfrontir sebenarnya, tetapi tidak datang, dan kita kesulitan komunikasinya," tambahnya.
Sejumlah upaya konfirmasi yang dilakukan awak media kepada pihak RS Erni Medika melalui sambungan telepon dan pesan singkat belum membuahkan hasil. Pihak rumah sakit hanya meminta pertemuan langsung sebelum memberikan keterangan lebih lanjut.
Berikut poin-poin penting yang menjadi perhatian BPRS:
- Status akreditasi RS Erni Medika yang belum terpenuhi.
- Kelayakan RS Erni Medika dalam menangani pasien gawat darurat, khususnya korban kecelakaan.
- Dugaan malpraktik dan kelalaian dalam penanganan pasien yang berujung pada kematian.
- Kompetensi dokter dan tenaga medis yang bertugas di RS Erni Medika.
- Alasan keterlambatan rujukan pasien ke rumah sakit dengan fasilitas yang lebih lengkap.
- Keterlibatan pemilik rumah sakit dalam memberikan diagnosis medis tanpa keahlian yang memadai.
Kasus ini menjadi peringatan bagi masyarakat untuk lebih selektif dalam memilih fasilitas kesehatan dan memastikan rumah sakit yang dipilih memiliki akreditasi dan fasilitas yang memadai untuk menangani kondisi medis yang dihadapi.