Kasus Dugaan Korupsi PDNS Kominfo: Lima Tersangka Ditetapkan, Kerugian Negara Ratusan Miliar

Kasus Dugaan Korupsi PDNS Kominfo: Lima Tersangka Ditetapkan

Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) telah mengungkap dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) yang berlangsung dari tahun 2020 hingga 2024. Dalam pengungkapan ini, lima orang telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.

Kasus ini bermula dari pengadaan barang dan jasa untuk PDNS oleh Kominfo pada tahun 2020 dengan nilai mencapai Rp 958 miliar. Penyidikan mengungkap adanya indikasi kuat pengondisian pemenang kontrak PDNS, yang melibatkan pejabat Kominfo dan pihak swasta, yaitu PT Aplikanusa Lintasarta (AL).

Daftar Tersangka Kasus Korupsi PDNS:

Berikut adalah daftar kelima tersangka yang telah ditetapkan:

  • Semuel Abrizani Pangerapan (SAP): Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kementerian Komunikasi dan Informatika periode 2016-2024.
  • Bambang Dwi Anggono (BDA): Direktur Layanan Aplikasi Informatika Pemerintah pada Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika Pemerintahan Kemenkominfo periode 2019-2023.
  • Nova Zanda (NZ): Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan barang atau jasa dan Pengelolaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) pada Kementerian Komunikasi dan Informatika tahun 2020 hingga 2024.
  • Irfan Asman (AA): Direktur Bisnis PT Aplika Nusa Lintas Arta periode 2014-2023.
  • Pini Panggar Agusti (PPA): Account Manager PT Dokotel Teknologi (2017-2021).

Kepala Kejari Jakpus, Safrianto Zuriat Putra, menyatakan bahwa kerugian negara akibat korupsi ini diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah. Nilai ini masih bersifat sementara dan berpotensi bertambah setelah audit lebih lanjut oleh Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

Modus Operandi dan Penyelidikan Lebih Lanjut

Safrianto menjelaskan bahwa kasus ini bermula dari Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintah Berbasis Elektronik (SPBE), yang mengamanatkan pembentukan Pusat Data Nasional (PDN) sebagai pengelolaan data terintegrasi. Namun, pada tahun 2019, Kominfo justru membentuk PDNS yang bersifat sementara, yang bertentangan dengan Perpres tersebut. Hal ini diduga sebagai upaya para tersangka untuk mencari keuntungan pribadi.

Dalam pelaksanaannya, perusahaan pelaksana proyek diduga melakukan subkontrak kepada perusahaan lain dan menggunakan barang yang tidak memenuhi spesifikasi teknis. Tujuannya adalah untuk mendapatkan keuntungan dan memberikan kickback atau suap kepada pejabat di Kominfo.

Penggeledahan dan Penyitaan Barang Bukti

Kejaksaan telah melakukan penggeledahan di berbagai lokasi, termasuk kantor Kementerian Komunikasi dan Digital, PT Pinang Alif Teknologi, apartemen di Jakarta Pusat, kantor PT Docotel di Jakarta Selatan, rumah di Cilandak, perumahan di Tanah Sarea, Bogor, rumah tinggal di Kota Tangerang Selatan, Banten, BDx Data Center Kota Tangerang Selatan, Kantor Pusat PT Aplikanusa Lintasarta di Menara Thamrin Jakpus, dan Gedung Lintasarta di Cilandak, Jakarta Selatan.

Dari penggeledahan tersebut, jaksa menyita uang tunai sebesar Rp 1.781.097.828, tiga unit mobil, 176 gram logam mulia, tujuh Sertifikat Hak Milik atas tanah, 55 barang bukti elektronik, dan 346 dokumen. Barang bukti ini disita dari para tersangka dan saksi-saksi terkait kasus ini.

Dugaan Suap Mencapai Rp 11 Miliar

Lebih lanjut, Safrianto mengungkapkan bahwa dua mantan pejabat Kominfo, yaitu Semuel Abrijani Pangarepan dan Bambang Dwi Anggono, diduga menerima suap sebesar Rp 11 miliar terkait proyek PDNS. Suap ini diberikan oleh tersangka AA untuk memuluskan proyek PDNS dan memenangkan salah satu pihak sebagai pelaksana kegiatan.

Proyek PDNS pertama kali dimenangkan oleh PT Docotel pada tahun 2020, kemudian dilanjutkan oleh PT Aplikasinusa Lintasarta (AL) pada periode 2021-2024. Kejaksaan akan terus mendalami kasus ini untuk mengungkap seluruh pihak yang terlibat dan potensi kerugian negara yang lebih besar.