Keterlambatan Penerbangan Domestik: Cuaca Ekstrem dan Tantangan Transit Bandara Jadi Sorotan
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) dan pelaku industri penerbangan menyoroti sejumlah faktor krusial yang memicu keterlambatan penerbangan domestik, khususnya selama periode sibuk seperti musim libur Lebaran.
Berdasarkan data Kemenhub, tingkat ketepatan waktu (On-Time Performance/OTP) penerbangan domestik dari 21 Maret hingga 11 April 2025 tercatat sebesar 83%. Angka ini masih di bawah OTP penerbangan internasional yang mencapai 91,88%. Perbedaan ini mengindikasikan adanya sejumlah kendala yang lebih signifikan dalam operasional penerbangan domestik.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub, Lukman F. Laisa, mengungkapkan bahwa faktor cuaca menjadi penyebab utama keterlambatan, diikuti oleh masalah teknis dan tantangan manajemen maskapai. Cuaca ekstrem, seperti hujan deras dan angin kencang, seringkali memaksa penundaan atau pengalihan penerbangan demi keselamatan.
Kemenhub telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengatasi masalah keterlambatan ini. Salah satunya adalah penerapan delay management melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015. Selain itu, Permenhub Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara juga bertujuan untuk meningkatkan efisiensi operasional maskapai.
Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi, sependapat bahwa cuaca merupakan faktor penting penyebab keterlambatan. Namun, ia juga menyoroti permasalahan lain yang timbul dari sistem transit bandara, terutama ketika penumpang harus berpindah antar terminal untuk melanjutkan penerbangan dengan maskapai yang berbeda.
Daniel mencontohkan situasi di Bandara Soekarno-Hatta, di mana penumpang yang tiba dengan Lion Air di Terminal 1A harus berpindah ke Terminal 3 untuk melanjutkan penerbangan dengan Garuda Indonesia. Perpindahan ini memakan waktu dan berpotensi menyebabkan keterlambatan, terutama jika fasilitas penghubung antar terminal tidak optimal.
Ia mengkritik fasilitas kereta layang (kalayang) yang ada saat ini karena lokasinya berada di luar terminal, sehingga kurang efektif dalam mempercepat perpindahan penumpang. Daniel mengusulkan desain ulang kalayang agar lebih terintegrasi dengan terminal, seperti yang diterapkan di bandara-bandara internasional lainnya.
Daniel menekankan pentingnya perbaikan konektivitas antar terminal untuk mengurangi risiko keterlambatan, terutama bagi penumpang yang memilih rute transit dengan melibatkan beberapa maskapai. Peningkatan efisiensi dalam sistem transit bandara akan memberikan dampak positif terhadap ketepatan waktu penerbangan secara keseluruhan.