Eks Kader PDIP Ungkap Intensitas Laporan PAW Harun Masiku kepada Hasto dalam Sidang Tipikor

Dalam persidangan kasus dugaan suap terkait pengurusan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR untuk Harun Masiku, mantan kader PDIP, Saeful Bahri, mengungkapkan bahwa dirinya secara rutin melaporkan perkembangan proses tersebut kepada Sekretaris Jenderal (Sekjen) PDIP, Hasto Kristiyanto. Pengakuan ini disampaikan Saeful saat menjadi saksi di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, dalam sidang yang juga menyeret nama Hasto sebagai terdakwa.

Saeful menjelaskan, pelaporan kepada Hasto dilakukan karena ia merasa mendapat perintah langsung dari Hasto untuk mengurus penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR RI. Hal ini terungkap saat Jaksa membacakan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) Saeful. Dalam BAP tersebut, Saeful menyatakan bahwa alasan dirinya melaporkan penyerahan uang kepada Wahyu Setiawan, mantan Komisioner KPU, kepada Hasto adalah karena perintah pengurusan Harun Masiku berasal dari Hasto. Sebagai seorang staf, Saeful merasa wajib melaporkan setiap perkembangan, termasuk komitmen dan penyerahan uang.

Jaksa juga menyoroti BAP lain yang menunjukkan bahwa Saeful selalu melaporkan setiap tahapan pengurusan PAW kepada Hasto, termasuk pengawalan putusan Mahkamah Agung (MA). Laporan-laporan tersebut mencakup:

  • Pemberian surat-surat keputusan partai terkait pengalihan suara dari Nazarudin Kiemas kepada KPU.
  • Koordinasi dengan pihak KPU, termasuk pertemuan dengan Wahyu Setiawan.

Saeful membenarkan bahwa laporannya kepada Hasto tidak hanya terbatas pada penyerahan uang, tetapi juga mencakup pertemuannya dengan Wahyu Setiawan. Ia menegaskan bahwa setiap progres yang dicapai, wajib dilaporkan kepada Hasto. Jaksa kembali membacakan BAP yang menyebutkan bahwa Saeful memiliki kewajiban untuk melaporkan segala hal terkait pengawalan putusan MA dan koordinasi dengan pihak-pihak lain, termasuk Harun Masiku, kepada Hasto. Tanggapan Hasto atas laporan-laporan tersebut biasanya berupa persetujuan dengan syarat misi partai berhasil.

Lebih lanjut, BAP juga mengungkapkan bahwa Hasto mengetahui adanya kebutuhan lobi-lobi ke KPU, termasuk kebutuhan dana operasional. Saeful melaporkan hal ini kepada Hasto, meskipun secara teknis dan detail, Hasto tidak mengetahuinya. Hal ini juga berlaku ketika Saeful dibantu oleh Agustiani Tio Fridelina dalam melakukan lobi-lobi ke KPU.

Hakim kemudian mempertanyakan dasar Saeful selalu melapor kepada Hasto, mengingat tidak ada surat tugas resmi dari partai. Saeful menjelaskan bahwa keputusan partai dimaknai sebagai perintah yang wajib dipatuhi. Ia mengakui bahwa surat tugas resmi memang tidak selalu ada, namun legalitas dan legitimasi tetap menjadi pertimbangan. Hakim juga menanyakan mengenai BAP yang menyebutkan bahwa Hasto meminta Saeful untuk mengawal surat DPP PDIP yang keluar berdasarkan putusan MA dan mengamankan keputusan partai. Saeful menegaskan bahwa sebagai kader partai, dirinya terikat oleh keputusan partai dan memahami perintah tersebut sebagai sesuatu yang wajib dan mengikat.

Menanggapi pertanyaan hakim mengapa ia selalu melapor kepada Hasto padahal bukan staf langsungnya, Saeful menyatakan bahwa ia merasa sebagai bawahan Hasto dan menjalankan tugas supporting unit kesekretariatan. Meskipun tidak ada SK resmi dan tidak digaji oleh partai, ia merasa wajib melaporkan setiap aktivitasnya. Saeful menegaskan bahwa semua aktivitasnya wajib dilaporkan kepada Hasto.

Dalam kasus ini, Hasto didakwa merintangi penyidikan kasus dugaan suap yang menjerat Harun Masiku. Ia diduga memerintahkan Harun Masiku untuk merendam handphone agar tidak terlacak KPK dan stand by di kantor DPP PDIP. Hasto juga didakwa menyuap Wahyu Setiawan sebesar Rp 600 juta untuk mengurus penetapan PAW Harun Masiku. Hasto didakwa bersama-sama Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri, dan Harun Masiku. Donny telah ditetapkan sebagai tersangka, Saeful telah divonis bersalah, sementara Harun Masiku masih menjadi buron.