Relokasi PKL Kramat Jati: Harapan Tinggal di Tengah Lesunya Daya Beli
Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, mengalami dinamika baru pasca-relokasi pedagang kaki lima (PKL). Penataan yang bertujuan memberikan lingkungan berjualan yang lebih tertib dan nyaman, justru memunculkan tantangan baru bagi para pedagang.
Para PKL kini menempati lapak-lapak yang telah disediakan oleh Perumda Pasar Jaya. Lokasi baru ini menawarkan sejumlah keunggulan signifikan dibandingkan sebelumnya. Tidak ada lagi pungutan liar yang membebani, dan para pedagang tidak perlu khawatir akan kehujanan saat berjualan. Keamanan pun ditingkatkan dengan koordinasi antara pihak pasar, aparat kelurahan, kecamatan, Koramil, dan kepolisian untuk mencegah gangguan dari organisasi masyarakat (ormas) yang sebelumnya kerap menguasai wilayah pasar.
Namun, kenyamanan dan keamanan ini datang dengan konsekuensi. Sejumlah pedagang mengeluhkan penurunan drastis omzet penjualan. Dayat, seorang pedagang ayam goreng, mengungkapkan bahwa meski lapaknya kini aman dan tidak bocor saat hujan, jumlah pembeli jauh berkurang. Ia juga menyinggung biaya sewa lapak yang harus dibayarkan setiap bulan, yang menjadi beban tersendiri di tengah sepinya pembeli. Dayat berharap pengelola pasar dapat memberikan keringanan biaya sewa, terutama bagi para PKL yang baru memulai usaha di lokasi baru.
Senada dengan Dayat, Ruti, seorang penjual nasi, bahkan terpaksa gulung tikar dan kembali ke kampung halaman karena tidak mampu menanggung biaya sewa lapak. Ia kini berjualan nasi uduk dari rumah kontrakannya, tak jauh dari pasar. Kisah Ruti ini mencerminkan realitas pahit yang dihadapi sebagian PKL pasca-relokasi.
Sebelumnya, para PKL ini menjajakan dagangan di area-area terlarang di sekitar Pasar Induk Kramat Jati, seringkali dengan 'perlindungan' dari ormas tertentu. Penataan ini bertujuan untuk menciptakan ketertiban dan kenyamanan bagi semua pihak, termasuk pengunjung dan pedagang di dalam pasar. Perumda Pasar Jaya telah menyiapkan tiga lokasi penampungan resmi bagi para PKL.
Relokasi ini menjadi ironi tersendiri. Di satu sisi, para pedagang mendapatkan tempat yang lebih layak dan terbebas dari praktik pungutan liar. Di sisi lain, mereka harus berjuang lebih keras untuk menarik pembeli dan mempertahankan kelangsungan usaha. Penataan PKL di Pasar Induk Kramat Jati ini menjadi studi kasus menarik tentang bagaimana sebuah kebijakan yang bertujuan baik dapat menimbulkan dampak yang kompleks dan beragam bagi para pelaku ekonomi kecil.