Kemenhub Ungkap Kendala Utama Keterlambatan Penerbangan Domestik: Cuaca Ekstrem Jadi Faktor Dominan

Kementerian Perhubungan (Kemenhub) menyoroti permasalahan keterlambatan penerbangan domestik yang kerap terjadi. Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Lukman F. Laisa, mengungkapkan bahwa faktor cuaca ekstrem menjadi penyebab utama kendala tersebut.

Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi V DPR RI, Lukman memaparkan data On-Time Performance (OTP) atau tingkat ketepatan waktu penerbangan selama periode angkutan Lebaran 2025 (21 Maret - 11 April 2025). Hasilnya, OTP kumulatif rute domestik mencapai 83 persen, angka ini lebih rendah dibandingkan rute internasional yang mencapai 91,88 persen. Lukman menambahkan, fasilitas bandara di luar negeri yang lebih mumpuni mendukung waktu transit yang lebih cepat, sehingga berdampak pada tingginya OTP rute internasional.

Data kumulatif OTP rute domestik pada periode Januari hingga April menunjukkan penurunan. Pada tahun 2024, OTP tercatat sebesar 79,73 persen, lalu menurun menjadi 78,7 persen pada periode yang sama di tahun 2025. Selain cuaca, faktor teknis operasional dan manajemen maskapai juga berkontribusi terhadap keterlambatan penerbangan domestik.

Guna mengatasi persoalan ini, Ditjen Perhubungan Udara telah mengambil langkah-langkah strategis, diantaranya:

  • Penerapan kebijakan delay management melalui Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 89 Tahun 2015 tentang Penanganan Keterlambatan Penerbangan.
  • Peningkatan operasional penerbangan sesuai dengan Peraturan Menteri Nomor 2 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Angkutan Udara, dengan fokus pada peningkatan efisiensi maskapai.

Presiden Direktur Lion Air Group, Daniel Putut Kuncoro Adi, turut membenarkan bahwa cuaca sering kali menjadi penyebab utama keterlambatan penerbangan. Selain itu, ia menyoroti permasalahan jarak antar terminal di bandara yang dapat memperparah keterlambatan, terutama bagi penumpang yang menggunakan penerbangan transit dari maskapai yang berbeda. Ia mencontohkan kasus penumpang dari Medan yang transit di Jakarta untuk melanjutkan penerbangan ke Jayapura. Penumpang tersebut harus berpindah dari Terminal 1A (kedatangan Lion Air) ke Terminal 3 (keberangkatan Garuda Indonesia).

Daniel juga menyinggung fasilitas kereta layang (kalayang) di Bandara Soekarno-Hatta yang belum terintegrasi dengan baik di dalam terminal. Ia mengusulkan redesain kalayang agar terintegrasi di dalam terminal, seperti yang diterapkan di bandara-bandara internasional lainnya.

"Konektivitas yang baik antar terminal sangat penting untuk mempercepat proses transfer penumpang dan mengurangi potensi keterlambatan," pungkasnya.