Wawancara Kerja Era AI: Efisiensi Versus Sentuhan Manusia
Wawancara Kerja Era AI: Efisiensi Versus Sentuhan Manusia
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam proses rekrutmen, khususnya wawancara kerja berbasis video, semakin marak. Beberapa perusahaan mengklaim bahwa teknologi ini meningkatkan efisiensi dan menekan biaya. Namun, pengalaman sejumlah pelamar kerja mengungkap sisi lain yang problematik.
Beberapa perusahaan, seperti Apriora, menggunakan chatbot AI untuk menyaring kandidat melalui wawancara video. Mereka berpendapat bahwa AI mampu mempercepat proses seleksi dan mengurangi pengeluaran untuk wawancara tatap muka. Namun, efektivitas AI dalam menilai potensi karyawan secara komprehensif dipertanyakan.
Pengalaman Pelamar: Antara Kecewa dan Tidak Dihargai
Sejumlah pelamar kerja membagikan pengalaman kurang menyenangkan saat berinteraksi dengan AI dalam wawancara. Beberapa melaporkan gangguan teknis, seperti AI yang mengulang kalimat atau menampilkan respons aneh. Hal ini menimbulkan kesan tidak profesional dan merugikan waktu pelamar.
- Kasus Leo Humphries dan Kendiana Colin: Melalui TikTok, mereka membagikan momen ketika AI yang mewawancarai mereka mengalami error. Keduanya akhirnya gagal mendapatkan pekerjaan tersebut.
Tyler Jensen, seorang pelamar lain, mengungkapkan kekecewaannya karena tidak dapat berinteraksi secara langsung dan mendapatkan umpan balik instan atas pertanyaan yang diajukannya. Dia merasa tidak dihargai karena AI tidak mampu menangkap nilai dan kualitas dirinya sebagai seorang kandidat.
Mayfield Phillips juga menyuarakan kekecewaannya karena AI tidak dapat memberikan informasi mendalam tentang budaya perusahaan dan jenjang karier. Baginya, kesan pertama yang baik seharusnya terjalin melalui kontak mata langsung dengan perwakilan perusahaan, bukan dengan agen AI yang terprogram.
Efisiensi vs. Sentuhan Manusia
Apriora mengklaim bahwa sistem AI mereka mampu mempercepat proses rekrutmen hingga 87% dan memangkas biaya hingga 93%. Konsultan SDM, Mike Peditto, mengakui bahwa AI memungkinkan perusahaan untuk menyaring jumlah kandidat yang lebih besar. Namun, ia menekankan bahwa AI tidak dapat sepenuhnya menggantikan kemampuan manusia dalam menilai kepribadian dan kualitas pelamar.
"Perekrut yang baik bukan hanya sekadar pemeriksa dokumen lamaran dan mengecek kandidat dalam waktu singkat, namun juga mengecek kualitas dan kepribadian pelamarnya," ujar Mike.
Peningkatan penggunaan AI dalam rekrutmen tampaknya akan terus berlanjut. Bahkan, perusahaan besar seperti IBM telah mengurangi jumlah staf HRD dan menggantinya dengan sistem AI. Tren ini memunculkan kekhawatiran tentang hilangnya sentuhan manusia dalam proses seleksi karyawan.
Masa Depan Rekrutmen: Peran AI dan Manusia
Penggunaan AI dalam wawancara kerja memang menawarkan efisiensi dan penghematan biaya. Namun, penting untuk mempertimbangkan dampak negatifnya terhadap pengalaman pelamar dan kualitas penilaian kandidat. Perusahaan perlu berhati-hati dalam menerapkan teknologi ini dan memastikan bahwa proses rekrutmen tetap menghargai nilai-nilai manusiawi.
Keseimbangan antara penggunaan AI dan peran manusia dalam rekrutmen menjadi kunci untuk menciptakan proses seleksi yang efektif, adil, dan menghargai para pencari kerja.