Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta Beri Istirahat pada Terdakwa Kasus Penembakan Bos Rental Mobil
Majelis Hakim Pengadilan Militer II-08 Jakarta Beri Istirahat pada Terdakwa Kasus Penembakan Bos Rental Mobil
Sidang kasus penembakan Ilyas Abdurrahman, pemilik rental mobil, di Pengadilan Militer II-08 Jakarta, Senin (10/3/2025), mencuri perhatian publik bukan hanya karena tuntutan terhadap para terdakwa, tetapi juga karena keputusan majelis hakim untuk memberikan waktu istirahat kepada para terdakwa di tengah pembacaan tuntutan. Pembacaan tuntutan yang panjang oleh Oditur Militer membuat Ketua Majelis Hakim, Letkol Chk Arif Rachman, memutuskan untuk menghentikan sementara proses persidangan.
"Sebentar Pak Oditur. Terdakwa, lemaskan dulu terdakwa," ujar Letkol Chk Arif Rachman. Keputusan ini diambil mengingat hukum acara yang mensyaratkan terdakwa untuk berdiri tegak selama persidangan, namun majelis hakim memiliki kewenangan untuk memberikan waktu istirahat. "Sesuai hukum acara memang para terdakwa harus berdiri sikap sempurna. Tapi majelis hakim bisa istirahatkan," tambahnya, menjelaskan alasan di balik keputusannya tersebut. Ketiga terdakwa pun memanfaatkan waktu tersebut untuk melakukan peregangan ringan sebelum kembali melanjutkan persidangan dengan sikap sempurna.
Kasus penembakan yang menimpa Ilyas Abdurrahman terjadi pada 2 Januari 2025. Insiden tersebut bermula dari upaya Ilyas untuk mengambil kembali mobil Honda Brio miliknya yang telah disewakan dan kemudian dipindahtangankan kepada Bambang Apri Atmojo dan dua rekannya. Tragedi tersebut tidak hanya berdampak pada Ilyas, tetapi juga mencelakai Ramli Abu Bakar (59), anggota Asosiasi Rental Mobil Indonesia (ARMI), yang turut menjadi korban dalam peristiwa tersebut.
Bambang Apri Atmojo dan Akbar Adli, dua dari tiga terdakwa, didakwa dengan pasal pembunuhan berencana, yaitu Pasal 340 KUHP juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengancam hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun. Sementara itu, terdakwa ketiga, Rafsin Hermawan, didakwa dengan Pasal 480 ke-1 KUHP tentang penadahan jo Pasal 55 tentang penyertaan tindak pidana ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan yang sama juga dikenakan kepada Bambang dan Akbar, memperkuat tuntutan terhadap keterlibatan mereka dalam insiden tersebut.
Peristiwa ini menyoroti beberapa aspek penting dalam sistem peradilan Indonesia, termasuk aspek humanis dalam perlakuan terhadap terdakwa selama persidangan dan kompleksitas kasus hukum yang melibatkan perencanaan pembunuhan dan penadahan. Sidang selanjutnya akan terus disimak publik, menunggu putusan akhir majelis hakim atas kasus penembakan yang telah menggemparkan ini. Bagaimana majelis hakim akan menjatuhkan hukuman pada masing-masing terdakwa, dan apakah hukuman tersebut sebanding dengan dampak dari tindakan mereka, merupakan hal yang dinantikan oleh banyak pihak. Publik juga berharap agar kasus ini dapat menjadi pembelajaran bagi semua pihak dan mencegah peristiwa serupa terjadi di masa mendatang.