Polda NTT Terkejut dengan Hasil Tes Urine Eks Kapolres Ngada di Mabes Polri

Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) mengakui tidak melakukan tes urine terhadap mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, selama proses penyelidikan kasus yang menjeratnya. Pengakuan ini disampaikan oleh Direktur Reserse Kriminal Umum Polda NTT, Kombes Patar Silalahi, dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) bersama Komisi III DPR RI.

Pertanyaan mengenai tidak adanya tes urine dan pasal terkait narkoba dalam kasus Fajar diajukan oleh Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman. Kombes Patar menjelaskan bahwa fokus penyelidikan Polda NTT adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak. Selain itu, selama proses tersebut, tidak ditemukan indikasi penyalahgunaan narkoba oleh Fajar.

"Kami bergerak penyelidikannya terkait pengungkapan tindak pidana kekerasan seksual ini bergerak dari surat dari Divhubinter Mabes Polri," kata Patar. "Nah, terkait dengan pada saat rangkaian penyelidikan terhadap Fajar ini, kami tidak menemukan indikasi terkait narkoba. Kami tidak mendapat informasi juga kalau dia sebagai pengguna begitu,"

Kombes Patar menambahkan bahwa informasi mengenai dugaan penyalahgunaan narkoba baru terungkap setelah Fajar ditahan di Divisi Propam Mabes Polri. Pihaknya mengaku terkejut dengan hasil tes urine yang dilakukan oleh Mabes Polri, yang menunjukkan indikasi positif narkoba.

"Adapun muncul setelah sampai di Mabes Polri. Kami juga kaget, Bapak terus terang. Kami kaget bisa muncul isu atau fakta soal narkoba," jelas Patar.

Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI, Umbu Kabunang, mempertanyakan hilangnya pasal penyalahgunaan narkoba dalam kasus AKBP Fajar. Padahal, menurutnya, kasus ini sejak awal mencuat dengan dugaan tindak pidana pemerkosaan dan narkoba. Umbu juga menyoroti adanya pernyataan dari Divisi Propam Polri yang menyatakan Fajar positif amphetamine berdasarkan hasil tes urine.

"Dari awal perkara ini mencuat, adanya dugaan tindak pidana pemerkosaan dan narkoba. Tapi saya lihat dalam perkembangan perkara ini, Undang-Undang Narkobanya tidak masuk," ujar Umbu.

Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, juga menyoroti lambatnya penanganan kasus AKBP Fajar terkait pencabulan anak, yang sudah berlangsung selama dua bulan tanpa kejelasan. Dia menilai bahwa fakta, bukti, dan saksi sudah lengkap, namun perumusan pasal-pasal UU masih belum jelas.

"Ya, kita sangat prihatin ya, perkaranya sebenarnya dari segi faktanya sangat jelas, uraian peristiwa demi peristiwa, bukti-bukti, saksi-saksi sudah lengkap semua," ucap Habiburokhman. "Tinggal perumusan pasal-pasal UU-nya saja mungkin yang masih belum jelas, bisa sampai dua bulan. Anda bayangkan ya, kasus yang menjadi atensi bukan hanya nasional tapi internasional. Bisa sampai lebih dari dua bulan belum limpah P21,"

Berikut adalah poin-poin penting yang terungkap dalam RDPU:

  • Polda NTT tidak melakukan tes urine terhadap AKBP Fajar selama penyelidikan awal.
  • Fokus awal penyelidikan adalah kasus kekerasan seksual terhadap anak.
  • Informasi dugaan narkoba baru terungkap di Mabes Polri.
  • Komisi III DPR RI mempertanyakan hilangnya pasal narkoba dan lambatnya penanganan kasus.