Gunung Tengkorak Bison: Bukti Bisu Genosida dan Eksploitasi Kolonial di Amerika Serikat
Gunung Tengkorak Bison: Bukti Bisu Genosida dan Eksploitasi Kolonial di Amerika Serikat
Sebuah foto ikonik abad ke-19 yang menggambarkan dua pria berjas berdiri di atas gundukan ribuan tengkorak bison telah lama menjadi simbol perburuan liar di Amerika Serikat. Namun, di balik gambar yang mengerikan tersebut tersimpan kisah yang jauh lebih kelam, sebuah catatan bisu tentang genosida dan eksploitasi sistematis penduduk asli Amerika oleh penjajah. Foto tersebut bukan sekadar potret perburuan berlebihan; ia merupakan bukti nyata dari strategi terencana untuk membasmi bison, hewan yang merupakan sumber kehidupan bagi suku-suku asli. Pemusnahan bison ini merupakan bagian integral dari rencana kolonial untuk menundukkan dan menguasai wilayah tersebut.
Pembantaian massal bison bukan sekadar soal perburuan untuk keuntungan ekonomi. Para ahli sejarah dan akademisi, seperti Tasha Hubbard dari Universitas Alberta, Kanada, dan Bethany Hughes dari Universitas Michigan, menekankan bahwa pemusnahan ini adalah bagian tak terpisahkan dari strategi kolonial yang lebih luas. Dengan menghilangkan sumber makanan utama penduduk asli Amerika, penjajah melemahkan kemampuan mereka untuk mempertahankan diri dan budaya nomaden mereka. Akibatnya, tingkat kematian bayi di kalangan suku-suku yang bergantung pada bison meningkat drastis, mengubah kehidupan mereka secara fundamental hingga saat ini. Hubbard menyebutnya sebagai ‘perayaan kolonial atas sebuah kehancuran’. Pemburuan yang awalnya mungkin terlihat sebagai tindakan ekonomi, berubah menjadi instrumen politik untuk menundukkan dan mengusir penduduk asli dari tanah mereka.
Tidak hanya pemburu individu yang terlibat dalam pembantaian ini. Bukti sejarah menunjukkan keterlibatan langsung pemerintah dan militer Amerika Serikat. Para jenderal, seperti Jenderal Phillip Sheridan, secara terang-terangan memerintahkan pembunuhan massal bison sebagai strategi militer untuk menghancurkan mata pencaharian suku-suku asli. Dalam surat-surat dan pernyataan resminya, Sheridan dan perwira militer lainnya mengutarakan pandangan bahwa pemusnahan bison adalah cara yang efektif untuk memaksa penduduk asli menetap di reservasi yang telah ditentukan oleh pemerintah. Strategi “Perang Total” ini terbukti efektif dalam memaksa migrasi paksa dan penundukan suku-suku asli ke kekuasaan kolonial.
Pengaruh pembantaian bison juga meluas hingga ke aspek ekonomi. Setelah jalur kereta api lintas benua selesai dibangun pada 1869, permintaan akan kulit dan daging bison meningkat drastis. Industri penyamakan kulit pun berkembang pesat, yang semakin mendorong pemburuan yang tidak terkendali. Bahkan setelah populasi bison menipis secara signifikan, tulang-tulangnya masih dieksploitasi untuk berbagai keperluan industri, seperti pembuatan arang dan pupuk, yang diilustrasikan dengan jelas dalam foto gundungan tengkorak bison di Michigan Carbon Works. Foto tersebut, menurut Hughes, menjadi simbol bagaimana kolonialisme dan kapitalisme berjalan beriringan, menciptakan keuntungan ekonomi dari penghancuran budaya dan lingkungan.
Meskipun ada beberapa perdebatan mengenai penyebab pasti penurunan drastis populasi bison, seperti penyakit, tidak dapat disangkal bahwa tindakan manusia, khususnya kebijakan dan tindakan pemerintah dan militer Amerika Serikat, memainkan peran utama dalam genosida ini. Dari populasi yang diperkirakan mencapai 30 hingga 60 juta ekor pada awal abad ke-19, hanya tersisa 456 bison murni pada tahun 1889. Dampaknya hingga kini masih terasa, tercermin dalam penurunan pendapatan per kapita dan peningkatan angka kematian bayi di kalangan suku-suku yang dulunya bergantung pada bison. Upaya pemulihan populasi bison saat ini, meskipun ada, masih jauh dari cukup untuk mengganti kerugian yang tak terukur yang telah ditimbulkan.
Foto gunung tengkorak bison bukan sekadar gambar mengerikan dari masa lalu. Ia merupakan pengingat akan kebiadaban kolonialisme dan eksploitasi, serta seruan untuk mengakui dan mempelajari kesalahan sejarah demi mencegah terulangnya tragedi serupa di masa depan. Foto itu harus dipahami sebagai sebuah kritik terhadap konsumerisme yang membutakan dan sistem ekonomi yang memperkaya segelintir orang dengan mengorbankan kehidupan dan budaya orang lain. Pesan foto tersebut masih relevan hingga hari ini, mengingatkan kita akan pentingnya keadilan sosial dan lingkungan. Perjuangan untuk pemulihan populasi bison dan keadilan bagi penduduk asli Amerika adalah proses yang berkelanjutan dan membutuhkan perhatian serta tindakan nyata dari kita semua.