Sumarsih Kembali Suarakan Pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk Tragedi Trisakti dan Semanggi
Aktivis HAM, Maria Catarina Sumarsih, kembali menyuarakan pentingnya pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc untuk mengusut tuntas kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi dalam Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Desakan ini disampaikan dalam pertemuan dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, sebagai upaya untuk menghidupkan kembali harapan akan keadilan bagi para korban dan keluarga yang ditinggalkan.
Sumarsih, yang juga merupakan ibunda dari salah satu korban Tragedi Semanggi I, menekankan bahwa pembentukan pengadilan ini adalah langkah krusial untuk memastikan tidak ada impunitas bagi pelaku pelanggaran HAM di masa lalu. Ia berpendapat, pengadilan HAM Ad Hoc akan memberikan jaminan bahwa kasus-kasus tersebut akan diinvestigasi secara transparan dan akuntabel, serta memberikan efek jera bagi siapapun yang berpotensi melakukan pelanggaran serupa di masa depan.
Lebih lanjut, Sumarsih juga menyinggung mengenai aspirasi para mahasiswa Trisakti terkait pemberian gelar pahlawan kepada para korban Tragedi Trisakti, Semanggi I, dan Semanggi II. Menurutnya, pengakuan negara melalui pemberian gelar pahlawan akan menjadi simbol penghargaan atas perjuangan para korban dalam memperjuangkan reformasi dan demokrasi.
Latar Belakang Tragedi:
- Tragedi Trisakti: Peristiwa tragis yang terjadi pada Mei 1998, di mana empat mahasiswa Universitas Trisakti – Elang Mulia Lesmana, Heri Hertanto, Hafidin Royan, dan Hendriawan Sie – tewas tertembak saat melakukan demonstrasi menuntut reformasi dan penurunan jabatan Presiden Soeharto.
- Tragedi Semanggi I: Serangkaian aksi protes yang terjadi pada November 1998 sebagai respons terhadap Sidang Istimewa MPR. Bentrokan antara aparat keamanan dan demonstran menyebabkan 17 warga sipil tewas.
- Tragedi Semanggi II: Aksi demonstrasi besar-besaran pada September 1999 yang menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang Penanggulangan Keadaan Bahaya (RUU PKB). Aksi ini berujung ricuh dan menyebabkan 11 orang tewas serta ratusan lainnya luka-luka berdasarkan catatan Komnas HAM.
Kasus-kasus ini telah menjadi luka mendalam bagi bangsa Indonesia dan menjadi pengingat akan pentingnya penegakan HAM dan keadilan bagi seluruh warga negara. Desakan Sumarsih untuk pembentukan Pengadilan HAM Ad Hoc adalah representasi dari harapan keluarga korban dan masyarakat sipil agar kebenaran terungkap dan pelaku bertanggung jawab atas perbuatannya.