Indonesia Serukan Bantuan Global untuk Atasi Krisis Sampah Plastik
Indonesia secara aktif mencari dukungan internasional dalam menangani tantangan pengelolaan sampah plastik yang semakin mendesak. Menteri Lingkungan Hidup menyoroti perlunya kerjasama global menjelang Intergovernmental Negotiating Committee (INC) 5.2 tahun 2025, sebuah forum penting untuk merumuskan kebijakan global terkait polusi plastik.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Jakarta Timur, Menteri Lingkungan Hidup menekankan skala permasalahan sampah di Indonesia, dengan populasi 280 juta jiwa menghasilkan setidaknya 280 juta kilogram sampah per hari. Ia menyatakan bahwa kemampuan pemerintah saat ini terbatas pada pengelolaan kurang dari 40 persen sampah yang dihasilkan, sementara sisanya berakhir di laut, sungai, atau ditimbun begitu saja. Keterbatasan pembiayaan menjadi kendala utama dalam upaya penanganan sampah secara efektif.
"Jika kita tidak mampu mengatasi masalah ini, dampaknya tidak hanya dirasakan di Indonesia, tetapi juga meluas hingga ke wilayah Kepulauan Karibia," ujarnya, mengilustrasikan jangkauan global dari masalah sampah plastik. Menteri Lingkungan Hidup menekankan urgensi masalah ini kepada komunitas internasional dan menyatakan niatnya untuk membahasnya secara mendalam dalam beberapa bulan mendatang sebelum INC 5.2 di Jenewa.
Indonesia telah mengambil langkah-langkah proaktif untuk mengatasi masalah sampah plastik. Sejak November 2024, pemerintah telah melarang impor scrap atau limbah plastik. Selain itu, Indonesia mendorong praktik pengurangan (reduce), penggunaan kembali (reuse), dan daur ulang (recycle) melalui program TPS3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, Recycle), yang sebagian besar dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum.
Pemerintah juga berinvestasi dalam fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF), yang mengubah sampah menjadi bahan bakar untuk boiler. Inisiatif ini diharapkan dapat mengurangi praktik open dumping, sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat.
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah menerbitkan peta jalan pengelolaan sampah oleh produsen melalui Undang-Undang Nomor 75 Tahun 2019. Meskipun demikian, Menteri Lingkungan Hidup mengakui bahwa instruksi ini belum sepenuhnya diwajibkan.
Presiden telah menetapkan target ambisius untuk pengelolaan sampah 100 persen pada tahun 2029. Untuk mencapai tujuan ini, KLHK secara rutin memantau kesiapan setiap daerah dalam mengelola sampah mereka.
Pemerintah pusat memberikan apresiasi khusus kepada daerah-daerah yang telah mengambil inisiatif untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai, seperti Bali. Langkah-langkah ini telah menginspirasi daerah lain, seperti Labuan Bajo, untuk mengikuti jejak yang sama.
Berikut adalah upaya-upaya yang telah dilakukan:
- Pelarangan impor scrap atau limbah plastik sejak November 2024.
- Mendorong penanganan plastik melalui kegiatan reduce, reuse, recycle (TPS3R).
- Membangun fasilitas Refuse Derived Fuel (RDF).
- Merilis peta jalan pengelolaan sampah oleh produsen melalui Undang-Undang Nomor 75 Tahun 2019.
- Mendorong dan mendukung upaya daerah yang telah melarang penggunaan single use plastik.