DPR Kritik Rencana Penulisan Ulang Sejarah: 'Sejarah Resmi' Berpotensi Diskriminasi Interpretasi
Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, menyuarakan kekhawatiran mendalam terkait rencana Kementerian Kebudayaan (Kemenbud) untuk melakukan penulisan ulang sejarah Indonesia. Kekhawatiran utama terletak pada penggunaan istilah "sejarah resmi" yang dinilai berpotensi memicu diskriminasi terhadap interpretasi sejarah lainnya. Bonnie Triyana menegaskan bahwa terminologi tersebut tidak dikenal dalam kaidah ilmu sejarah dan menimbulkan problematik baik secara prinsipil maupun metodologis.
Menurut Bonnie Triyana, penggunaan label "sejarah resmi" dapat secara implisit menganggap versi sejarah di luar narasi yang disahkan oleh pemerintah sebagai tidak valid, bahkan subversif. Hal ini berpotensi membungkam berbagai perspektif dan narasi sejarah yang mungkin berbeda, namun tetap memiliki nilai dan relevansi dalam memahami kompleksitas masa lalu bangsa. Ia menekankan bahwa penulisan sejarah seharusnya menjadi proses yang terbuka, transparan, dan akuntabel, melibatkan tidak hanya sejarawan profesional, tetapi juga partisipasi aktif dari masyarakat luas. Sejarah, menurutnya, adalah milik semua orang dan mencerminkan cara pandang bangsa terhadap masa lalunya. Dengan demikian, proses penulisan ulang sejarah harus dilakukan dengan hati-hati dan menghindari upaya untuk memaksakan tafsir tunggal.
Bonnie Triyana juga mengingatkan bahwa proyek penulisan sejarah yang disponsori oleh negara rentan terhadap kecurigaan adanya kepentingan politik atau ideologis tertentu. Hal ini dapat merusak kredibilitas hasil penulisan dan menimbulkan resistensi dari berbagai pihak. Ia menyarankan agar Kemenbud lebih fokus pada upaya untuk memfasilitasi dialog dan diskusi yang konstruktif tentang sejarah, daripada mencoba untuk menciptakan sebuah "sejarah resmi" yang berpotensi memecah belah bangsa.
Kementerian Kebudayaan sendiri berencana untuk menulis ulang sejarah Indonesia dari awal lahirnya masyarakat Nusantara hingga era pasca-Reformasi. Mereka telah menunjuk tiga sejarawan untuk menyusun kerangka konsep penulisan sejarah Indonesia. Alasan utama revisi ini adalah untuk menyelaraskan kembali pengetahuan sejarah dengan berbagai temuan baru dari disertasi, tesis, ataupun penelitian para sejarawan. Nantinya, hasil penulisan ulang ini akan dibukukan secara resmi melalui pendanaan dari Kementerian Kebudayaan, bekerja sama dengan Masyarakat Sejarawan Indonesia (MSI).
Berikut adalah point penting yang disampaikan Bonnie Triyana:
- Menolak penggunaan istilah 'sejarah resmi'.
- Penulisan sejarah harus terbuka, transparan, dan akuntabel.
- Melibatkan sejarawan profesional dan masyarakat.
- Menghindari tafsir tunggal.
- Waspada terhadap kepentingan politik atau ideologis.
Penolakan Bonnie Triyana terhadap istilah "sejarah resmi" mencerminkan pentingnya menjaga keberagaman interpretasi sejarah dan menghindari upaya untuk memonopoli narasi masa lalu. Sejarah, sebagai sebuah disiplin ilmu, seharusnya terbuka untuk perdebatan dan analisis kritis, bukan menjadi alat untuk membenarkan kepentingan tertentu.