Jakarta Tempuh Strategi Kombinasi: Subsidi Tarif dan Ekspansi Rute Guna Dorong Penggunaan Transportasi Publik

Mendorong Warga Jakarta Beralih ke Transportasi Publik: Kombinasi Insentif Finansial dan Non-Finansial

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tengah berupaya keras untuk mengurai kemacetan dan mengurangi polusi udara di Ibu Kota. Salah satu strategi yang ditempuh adalah dengan mendorong warganya untuk beralih menggunakan transportasi publik. Dalam satu dekade terakhir, Jakarta telah mengembangkan tiga moda transportasi publik utama: TransJakarta (TJ), Moda Raya Terpadu (MRT), dan Lintas Rel Terpadu (LRT).

TransJakarta, yang diperkenalkan pada tahun 2004, telah mengalami perkembangan signifikan. Jumlah armada bus telah meningkat pesat, dari 416 unit pada tahun 2014 menjadi 4.388 unit saat ini, melayani 242 rute. MRT Jakarta juga menunjukkan kinerja positif, dengan mengangkut lebih dari 33 juta penumpang sepanjang tahun 2023, atau sekitar 95.000 orang per hari. Jalur MRT membentang sepanjang 15,7 km dengan 13 stasiun, dari Bundaran HI hingga Lebak Bulus. Pembangunan jalur MRT fase 2A juga terus berjalan, dengan progres mencapai 42 persen per 25 Desember 2024. Tingkat ketepatan waktu MRT mencapai 99 persen, dengan indeks kepuasan pengguna sebesar 83,11 dari 100.

LRT Jakarta, yang beroperasi sejak tahun 2019, menjadi alternatif transportasi modern bagi warga Jakarta Timur dan Utara. Jalurnya sepanjang 5,6 km dengan enam stasiun, dengan waktu tempuh antarstasiun hanya 2,5 menit, sehingga total perjalanan hanya 13 menit. Pada tahun 2023, LRT mencatat lebih dari satu juta penumpang, atau sekitar 2.000 penumpang per hari, dengan ketepatan waktu 99 persen dan pencapaian standar pelayanan 98 persen. Indeks kepuasan penumpang mencapai 93 persen.

Meski demikian, mayoritas warga Jakarta masih memilih menggunakan kendaraan pribadi. Data menunjukkan bahwa 67 persen warga menggunakan kendaraan pribadi, dengan rincian 44 persen mobil dan 23 persen motor. Jakarta bahkan tercatat sebagai kota dengan pengguna sepeda motor terbanyak di Asia Tenggara. Hanya 33 persen warga Jakarta yang menggunakan transportasi publik.

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyadari bahwa tingginya penggunaan kendaraan pribadi menyebabkan kemacetan, polusi, dan ketimpangan mobilitas. Pada tahun 2024, Jakarta tercatat sebagai kota termacet ketujuh di dunia dan memiliki kualitas udara terburuk kedua secara global.

Untuk mengatasi masalah ini, Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menerapkan strategi insentif yang meliputi:

  • Penggratisan Tarif: Pemberlakuan tarif gratis tanpa batas waktu untuk 15 golongan tertentu, dengan dana subsidi mencapai Rp 59 miliar. Model penggratisan juga diterapkan pada hari-hari besar.
  • Penambahan Rute: Pembukaan rute baru TransJakarta, termasuk rute Bekasi–Cawang, Kota Wisata–Cawang, Alam Sutra–Blok M, dan Binong–Grogol. Rute Alam Sutra–Blok M telah beroperasi sejak 24 April 2025.
  • Inisiasi Jalur MRT Baru: Pengembangan jalur MRT dari Lebak Bulus ke Serpong untuk meningkatkan konektivitas antarwilayah.

Dalam teori kebijakan publik, insentif terbagi menjadi finansial dan nonfinansial. Insentif finansial mencakup tarif gratis, subsidi, road pricing, dan tarif parkir tinggi. Kebijakan tarif nol rupiah bagi 15 golongan dan penggratisan pada hari-hari besar merupakan contoh insentif finansial. Kebijakan serupa terbukti efektif di kota-kota seperti Santiago (Chile) dan Harbin (China).

Di Santiago, pemberian tiket gratis meningkatkan penggunaan transportasi publik hingga rata-rata tiga perjalanan tambahan per hari. Di Harbin, diskon kelompok dan tiket gratis bagi orang tua dengan anak berhasil meningkatkan penggunaan transportasi publik.

Selain itu, insentif nonfinansial juga penting, seperti memperbanyak halte, meningkatkan integrasi moda, memperluas rute, menambah frekuensi, dan menyediakan jalur khusus seperti busway. Upaya memperluas cakupan TransJakarta hingga luar Jakarta dan membentuk TransJabodetabek adalah contoh insentif nonfinansial. TransJabodetabek akan terintegrasi dengan sistem pembayaran JakLingko, memungkinkan perjalanan antarmoda tanpa biaya tambahan. Fasilitas parkir juga disiapkan di luar Jakarta untuk memudahkan warga berganti moda.

Pada tahun 2023, tercatat 3,1 juta orang melakukan perjalanan antara Jakarta dan lima daerah penyangga (Bogor, Depok, Tangerang, Tangerang Selatan, dan Bekasi). TransJabodetabek diharapkan dapat mengatasi keluhan tentang transportasi umum yang lambat dan tidak praktis.

Pengembangan sistem ini dapat belajar dari kesuksesan TransMilenio di Bogotá, Kolombia, yang berhasil menjangkau 85 persen penduduk dalam radius 500 meter dari halte dan meningkatkan penggunaan transportasi publik secara signifikan.

Namun, kebijakan insentif ini juga memiliki tantangan. Penggratisan masif dapat menghilangkan pendapatan dan menyebabkan defisit operasional. Solusi seperti road pricing dapat menjadi alternatif, meskipun berpotensi ditolak publik. Tantangan lainnya adalah potensi lonjakan penumpang yang dapat membebani sistem jika tidak diimbangi dengan peningkatan kapasitas dan layanan.

Secara keseluruhan, kombinasi insentif finansial dan nonfinansial yang diterapkan merupakan langkah strategis menuju kota yang lebih ramah mobilitas, adil, dan berkelanjutan. Dengan pengelolaan yang cermat, kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan transportasi publik dan mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi di Jakarta.