Aksi Mahasiswa UGM: Rektorat Menolak Desakan Mosi Tidak Percaya Terhadap Lembaga Negara

Aksi unjuk rasa mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang berlangsung selama sepekan di area Balairung kampus, Yogyakarta, mencapai titik klimaks dalam sebuah dialog terbuka dengan pihak rektorat. Mahasiswa menyampaikan sembilan poin tuntutan yang berfokus pada desakan agar UGM menyatakan mosi tidak percaya kepada lembaga-lembaga negara eksekutif, legislatif, dan yudikatif.

Dalam forum dialog yang digelar pada Rabu sore, perwakilan mahasiswa secara lantang menyuarakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap merugikan kepentingan rakyat. Mereka menilai bahwa UGM, sebagai institusi pendidikan tinggi terkemuka, memiliki tanggung jawab moral untuk mengambil sikap politik akademik yang tegas dalam menyikapi kondisi bangsa.

Sembilan poin tuntutan mahasiswa UGM mencakup:

  • Pernyataan mosi tidak percaya terhadap lembaga eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
  • Penilaian ulang terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah yang dianggap tidak pro-rakyat.
  • Dorongan kepada UGM untuk menjadi pengawal moral dan etika bangsa.
  • Permintaan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan keuangan negara.
  • Penegakan supremasi hukum yang adil dan berpihak kepada kebenaran.
  • Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia.
  • Peningkatan kualitas pendidikan dan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat.
  • Pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.
  • Penciptaan lapangan kerja yang layak bagi generasi muda.

Menanggapi tuntutan tersebut, Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, menyatakan bahwa rektorat memahami aspirasi mahasiswa. Namun, ia menegaskan bahwa menyatakan mosi tidak percaya bukanlah langkah yang tepat bagi sebuah institusi pendidikan. UGM, menurutnya, akan tetap menjaga netralitas dan mengedepankan pendekatan akademik dalam menyampaikan kritik dan memberikan solusi.

Andi Sandi menambahkan bahwa UGM selama ini telah aktif dalam menyuarakan advokasi dan memberikan kontribusi positif bagi pembangunan bangsa. Namun, hal itu dilakukan dalam koridor keilmuan dan bukan melalui tindakan politis yang ekstrem.

"Kami tetap kritis dan tidak pernah berhenti memberikan kritik. Namun, kami juga memberikan solusi," ujarnya.

Dialog antara mahasiswa dan rektorat sempat diwarnai ketegangan. Setelah azan magrib berkumandang, Rektor UGM, Prof Ova Emilia, meninggalkan lokasi untuk beribadah. Beberapa mahasiswa yang belum puas dengan jawaban rektorat mencoba mengejar mobil rektor untuk melanjutkan dialog. Meski demikian, pihak rektorat mengklaim bahwa semua poin tuntutan mahasiswa telah ditanggapi secara terbuka dalam forum tersebut.

Perwakilan mahasiswa, hingga berita ini diturunkan, belum memberikan pernyataan resmi terkait hasil dialog dengan rektorat.