Kejaksaan Agung Amankan Rest Area Jagorawi Terkait Kasus Korupsi Timah

Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penyitaan sebuah rest area yang terletak di KM 21B Tol Jagorawi. Penyitaan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah yang melibatkan PT Timah Tbk pada periode 2018 hingga 2020. Tersangka dalam kasus ini adalah Tamron alias Aon, pemilik perusahaan smelter swasta CV Venus Inti Perkasa (VIP).

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, mengonfirmasi bahwa penyitaan dan pemasangan plang telah dilakukan pada hari Rabu, 21 Mei 2023. Aset yang disita diduga kuat berasal dari hasil tindak pidana korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) yang dilakukan oleh Tamron.

Adapun aset-aset yang berada di dalam rest area yang disita meliputi:

  • Sebuah SPBU Pertamina
  • Sebuah SPBU Shell
  • Dua bangunan food court
  • Sebuah bangunan di dekat jalan keluar rest area
  • Sebuah mushala
  • Sebuah bangunan ATM

Selain itu, terdapat juga 28 unit usaha yang beroperasi di atas lahan yang menjadi objek penyitaan. Tim dari Badan Pemulihan Aset (BPA) juga turut hadir dalam proses penyitaan ini. Selanjutnya, penyidik akan menyerahkan aset tersebut kepada BPA untuk dilakukan pemeliharaan dan pengelolaan.

Tamron alias Aon sebelumnya telah divonis 8 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat atas keterlibatannya dalam kasus korupsi tata niaga komoditas timah yang merugikan negara hingga Rp 300 triliun. Hakim Tony Irfan menyatakan Tamron terbukti bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dengan Harvey Moeis dan pihak lainnya. Korupsi tersebut dilakukan melalui kerjasama sewa alat pengolahan dengan PT Timah Tbk dan jual beli bijih timah dari wilayah IUP PT Timah Tbk.

Selain hukuman penjara, Tamron juga dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar subsidair 1 tahun kurungan. Ia juga terbukti melakukan TPPU sebagaimana dakwaan kedua primair terkait Pasal 3 Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Hakim menghukum Tamron untuk membayar uang pengganti senilai Rp 3.538.932.640.663,67 (Rp 3,53 triliun), dikurangi nilai aset yang telah disita oleh penyidik.