Prioritaskan Perbaikan Sistem Pendidikan yang Ada daripada Membangun Sekolah Rakyat Baru
Pemerintah sebaiknya memfokuskan diri pada peningkatan kualitas dan efektivitas kebijakan pendidikan yang sudah berjalan. Wacana pembangunan Sekolah Rakyat, meskipun memiliki tujuan mulia untuk membantu siswa dari keluarga kurang mampu, perlu dikaji ulang mengingat adanya program-program bantuan yang telah tersedia.
Saat ini, terdapat Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang secara khusus dialokasikan untuk mendukung siswa, serta program bantuan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH). Jika benar bahwa pembangunan satu Sekolah Rakyat membutuhkan anggaran sebesar 150 miliar rupiah, maka rencana pembangunan 200 sekolah akan menelan biaya hingga 30 triliun rupiah. Jumlah ini sangat signifikan dan dapat dialokasikan untuk memperluas cakupan penerima dana BOS, meningkatkan kesejahteraan guru, atau memperbaiki fasilitas sekolah yang sudah ada.
Selain itu, masih banyak permasalahan mendesak dalam dunia pendidikan yang memerlukan perhatian serius. Kondisi infrastruktur dan fasilitas yang belum memadai, pemerataan guru yang belum merata, serta kesejahteraan guru yang masih di bawah standar merupakan isu-isu krusial yang belum terselesaikan.
Pertanyaan mendasar yang perlu dijawab adalah, apakah kesulitan akses pendidikan disebabkan oleh kondisi ekonomi masyarakat atau karena sistem pendidikan yang belum sepenuhnya inklusif? Keberpihakan kebijakan pendidikan yang belum secara optimal mengakomodasi kebutuhan masyarakat lapisan bawah menjadi permasalahan utama.
Paradigma neoliberalisme telah merasuki dunia pendidikan, termasuk sekolah dan perguruan tinggi. Pendidikan seringkali dianggap sebagai sekadar pemenuhan kebutuhan industri dan investasi ekonomi semata. Akibatnya, peserta didik dituntut memiliki kondisi ekonomi yang stabil untuk dapat mengakses pendidikan. Persoalan pendidikan di Indonesia memiliki dimensi ideologis yang perlu direformasi. Menciptakan pendidikan yang inklusif bagi semua kalangan adalah suatu keharusan.
Membangun "sekolah baru" secara khusus untuk kelompok ekonomi bawah berpotensi menciptakan justifikasi kelas atau kasta dalam dunia pendidikan. Meskipun bantuan seperti BOS, beasiswa, dan PKH telah diupayakan, aksesibilitas pendidikan belum meningkat secara signifikan karena dunia pendidikan terus bergerak dinamis mengikuti kalkulasi pasar. Kebijakan perbaikan sosial belum sepenuhnya sinkron dengan arah perkembangan dunia pendidikan karena akar permasalahan utamanya terletak pada paradigma pendidikan yang belum berubah.
Oleh karena itu, reformasi ideologi pendidikan nasional menjadi krusial daripada mengambil kebijakan parsial yang berpotensi menimbulkan masalah baru. Tidak ada kebijakan yang sempurna, namun kebijakan yang substansial dan fundamental memerlukan analisis dan persiapan yang matang untuk meminimalisir dampak sosial negatif.