DPR Mengkaji Regulasi Angkutan Online: Respons Terhadap Tuntutan Pengemudi dan Legalitas Ojol
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menjajaki kemungkinan penyusunan Undang-Undang (UU) yang secara khusus mengatur tentang angkutan online. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap berbagai aspirasi yang disuarakan oleh para pengemudi ojek online (ojol) dan taksi online, terutama terkait dengan isu potongan biaya aplikasi dan berbagai layanan yang dianggap memberatkan.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus, menyatakan bahwa pihaknya telah menerima berbagai keluhan dari para pengemudi angkutan online dalam aksi demonstrasi sebelumnya. Beberapa poin utama yang menjadi perhatian adalah:
- Penegakan Hukum Terhadap Pelanggaran Aplikator: Para pengemudi menuntut agar tindakan tegas diambil terhadap perusahaan aplikasi yang melanggar Peraturan Menteri Perhubungan (Permenhub) No. 12 Tahun 2019 dan Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) KP No. 1001 Tahun 2022.
- Pembatasan Potongan Biaya Aplikasi: Usulan mengenai penetapan batas maksimal potongan biaya aplikasi sebesar 10% dari pendapatan pengemudi menjadi salah satu poin krusial. Hal ini bertujuan untuk menggantikan aturan yang berlaku saat ini, yang dianggap sering dilanggar dengan potongan yang mencapai 50%.
- Revisi Sistem Penumpang: Para pengemudi juga menuntut adanya perbaikan dalam sistem yang mengatur tentang penumpang.
Lasarus menjelaskan bahwa pimpinan DPR telah memberikan arahan untuk segera memulai pembahasan mengenai undang-undang angkutan online ini. Pembahasan ini tidak hanya akan melibatkan Komisi V, tetapi juga akan melibatkan berbagai pihak terkait lainnya, termasuk Komisi XI yang menangani masalah sistem pembayaran dan bermitra dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berkaitan dengan hal tersebut, Lasarus mengindikasikan kemungkinan pembentukan Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas UU angkutan online ini. Pembentukan Pansus dianggap lebih tepat mengingat kompleksitas isu yang perlu ditangani dan keterlibatan berbagai pihak.
Di sisi lain, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Angkutan Online Garda Indonesia, Igun Wicaksono, menyoroti status ojol yang masih dianggap ilegal berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ). Ia menyambut baik inisiatif pemerintah untuk menyusun UU khusus angkutan online sebagai upaya untuk memberikan legalitas kepada ojol.
Igun menekankan pentingnya adanya sanksi yang jelas dalam UU tersebut, baik sanksi administratif maupun pidana, untuk menindak pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan aplikasi. Ia mencontohkan isu potongan biaya aplikasi yang selama ini tidak mendapatkan tindakan tegas dari pemerintah. Dengan adanya sanksi yang jelas, diharapkan pemerintah dapat lebih efektif dalam melakukan intervensi dan melindungi hak-hak pengemudi ojol dan taksi online.
Kehadiran UU ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi para pengemudi angkutan online, serta menciptakan ekosistem yang lebih adil dan berkelanjutan bagi industri ini.