Mantan Dirut Sritex, Iwan Setiawan Lukminto, Ditahan Kejagung Atas Dugaan Korupsi Kredit Bank
Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menahan Iwan Setiawan Lukminto, mantan Direktur Utama PT Sritex yang saat ini menjabat sebagai Komisaris Utama perusahaan tersebut. Penangkapan dilakukan di kediaman Iwan di Solo, Jawa Tengah, pada Selasa (20/5) malam, dan yang bersangkutan langsung dibawa ke Kejagung, Jakarta Selatan untuk menjalani pemeriksaan intensif.
Penahanan Iwan Setiawan Lukminto ini terkait dengan dugaan tindak pidana korupsi dalam proses pemberian fasilitas kredit perbankan kepada PT Sritex. Diduga kuat, dana kredit yang seharusnya digunakan untuk keperluan operasional perusahaan, justru diselewengkan oleh Iwan pada saat menjabat sebagai Direktur Utama.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, dalam keterangan persnya di Gedung Kejagung pada Rabu (21/5/2025), mengungkapkan bahwa total nilai kredit yang bermasalah dalam kasus ini mencapai angka Rp 3,58 triliun. Penyidik saat ini tengah mendalami peran empat bank yang diduga terlibat dalam penyaluran kredit tersebut.
Iwan Setiawan Lukminto bukan sosok asing di Sritex. Ia telah bergabung dengan perusahaan tekstil raksasa ini sejak tahun 1997, memulai karirnya sebagai Asisten Direktur. Kemudian, ia menduduki posisi Wakil Direktur Utama dari tahun 1999 hingga 2005. Puncak karirnya di operasional perusahaan adalah ketika ia diangkat menjadi Direktur Utama pada tanggal 9 Juni 2014. Setelah itu, ia kemudian beralih peran menjadi Komisaris Utama Sritex sejak 21 Mei 2025.
"Penyidik telah menemukan bukti yang cukup yang mengindikasikan adanya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit dari sejumlah bank pemerintah kepada PT Sri Rezeki Isman Tbk, dengan total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 mencapai Rp 3.588.650.808.028,57," ujar Kapuspenkum Kejagung.
Lebih lanjut, Kejagung menemukan indikasi kejanggalan dalam pemberian kredit yang diterima Sritex dari Bank BJB dan Bank DKI Jakarta. Hal ini menimbulkan kecurigaan adanya prosedur yang dilanggar dalam proses penyaluran kredit tersebut.
"Dalam pemberian kredit kepada PT Sri Rezeki Isman TBK, ZM selaku Direktur Utama Bank DKI dan DS selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komisaris Komersial PT Bank Pembangunan Jawa Barat dan Banten diduga telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai dan mentaati prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan," terang Kapuspenkum Kejagung.
Terungkap bahwa dana kredit yang diterima Sritex dari Bank BJB dan Bank DKI Jakarta, pada masa jabatan Iwan Setiawan Lukminto sebagai Direktur Utama, tidak digunakan sebagaimana mestinya.
"Terdapat fakta hukum bahwa dana tersebut tidak digunakan sebagaimana tujuan dari pemberian kredit yaitu untuk modal kerja tetapi disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset non-produktif sehingga tidak sesuai dengan peruntukan yang seharusnya," ujar Kapuspenkum Kejagung.
Akibatnya, pemberian kredit yang diduga melawan hukum oleh Bank BJB dan Bank DKI kepada Sritex telah mengakibatkan kerugian negara yang mencapai Rp 692.980.592.188 dari total nilai outstanding atau target yang belum dilunasi sebesar Rp3.588.650.880.028,57.
Dalam kasus ini, Kejagung telah menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Selain Iwan Setiawan Lukminto, dua tersangka lainnya adalah Zainuddin Mappa, Direktur Utama Bank DKI tahun 2020, dan Dicky Syahbandinata, Pimpinan Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB.
Kapuspenkum Kejagung menjelaskan bahwa total pinjaman dana dari Bank DKI kepada Sritex mencapai Rp 149 miliar, sedangkan Bank BJB telah memberikan kredit sebesar Rp 543 miliar.