Usulan Peningkatan Dana Bantuan Partai Politik: Antara Idealitas dan Akuntabilitas

Wacana Kenaikan Dana Bantuan Parpol Mencuat, Seberapa Mendesak?

Wacana peninjauan kembali besaran dana bantuan untuk partai politik (parpol) kembali mencuat ke permukaan. Partai Gerindra menjadi salah satu pihak yang menyuarakan perlunya peningkatan dana tersebut, dengan alasan besaran bantuan saat ini dinilai belum ideal untuk menopang kebutuhan operasional partai. Isu ini pun memantik diskusi mengenai idealitas, urgensi, serta implikasi dari penambahan dana bantuan parpol.

Sekretaris Jenderal Partai Gerindra, Ahmad Muzani, mengungkapkan bahwa partainya telah menjalin komunikasi dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) untuk membahas isu pendanaan parpol. Diskusi ini meliputi usulan peningkatan dana bantuan per suara yang diperoleh partai.

Saat ini, parpol menerima bantuan sebesar Rp 1.000 per suara. Angka ini merupakan peningkatan dari sebelumnya yang hanya Rp 108 per suara. Namun, sejumlah pihak menilai angka ini masih jauh dari ideal.

Perludem Menilai Bantuan Parpol Belum Mencukupi

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Khoirunnisa Nur Agustyati, sepakat bahwa dana bantuan parpol yang ada saat ini masih relatif kecil. Ia berpendapat, idealnya, bantuan tersebut mampu menutupi kebutuhan operasional parpol, sehingga partai dapat menjalankan fungsinya secara optimal. Namun, ia menekankan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana bantuan tersebut.

Khoirunnisa menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2018, bantuan partai di tingkat pusat adalah Rp 1.000 per suara, di tingkat provinsi Rp 1.200 per suara, dan di tingkat kabupaten/kota Rp 1.500 per suara. Dengan demikian, total bantuan yang akan diterima oleh delapan partai parlemen hasil Pemilu 2024 diperkirakan mencapai Rp 134 miliar, berdasarkan total suara sah sebanyak 134.492.328 suara.

Implikasi Keterbatasan Dana Parpol

Keterbatasan dana bantuan parpol dapat berdampak pada berbagai aspek. Khoirunnisa menyoroti bahwa parpol membutuhkan anggaran yang signifikan untuk menjalankan kegiatan operasional, termasuk membiayai kantor di berbagai tingkatan wilayah. Kondisi ini seringkali memaksa parpol untuk mencari sumber pendanaan lain, termasuk dari pihak ketiga.

Ketergantungan pada pihak ketiga ini dapat menimbulkan masalah, terutama jika sumbangan tersebut bersifat transaksional dan tidak transparan. Hal ini membuka celah terjadinya praktik korupsi. Oleh karena itu, penambahan dana bantuan parpol diharapkan dapat mengurangi ketergantungan pada pihak ketiga dan meminimalisir potensi korupsi.

Muzani juga mengamini perlunya perbaikan tata kelola keuangan partai. Ia menekankan pentingnya pengelolaan keuangan yang sehat, jelas, dan baik, untuk mencegah penyalahgunaan dana.

Mencari Solusi Ideal

Wacana penambahan dana bantuan parpol ini merupakan isu kompleks yang perlu dikaji secara mendalam. Di satu sisi, peningkatan dana dapat membantu parpol menjalankan fungsinya dengan lebih baik dan mengurangi potensi korupsi. Namun, di sisi lain, perlu ada jaminan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dana tersebut. Diskusi yang melibatkan berbagai pihak, termasuk KPK dan LIPI, menjadi penting untuk mencari solusi yang ideal dan komprehensif terkait pendanaan parpol di Indonesia.

Beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam diskusi ini antara lain:

  • Besaran ideal dana bantuan parpol yang dapat menutupi kebutuhan operasional tanpa menimbulkan pemborosan.
  • Mekanisme pengawasan dan audit yang ketat untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas penggunaan dana.
  • Upaya peningkatan sumber pendanaan lain bagi parpol, seperti iuran anggota, tanpa bergantung pada pihak ketiga.
  • Peningkatan kapasitas sumber daya manusia (SDM) parpol dalam pengelolaan keuangan.

Dengan pengelolaan yang baik dan transparan, dana bantuan parpol yang memadai dapat menjadi investasi penting dalam penguatan demokrasi dan pemberantasan korupsi di Indonesia.