Eks Pejabat Antam Terisak di Persidangan, Ungkap Kondisi Ekonomi Pasca Pensiun
Mantan Vice President (VP) Unit Bisnis Pengolahan & Pemurnian Logam Mulia (UBPP LM) PT Antam periode 2008-2011, Tutik Kustiningsih, tak kuasa menahan air mata saat menyampaikan pembelaan (pleidoi) dalam sidang kasus dugaan korupsi terkait kegiatan bisnis lebur cap emas. Sidang tersebut digelar di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Di hadapan majelis hakim, Tutik menggambarkan kehidupannya yang jauh dari kemewahan. Ia menuturkan bahwa dirinya berasal dari keluarga sederhana, dengan ayah seorang veteran perang dan ibu yang selalu menekankan pentingnya kejujuran. Tutik juga mengungkapkan bahwa ia tinggal di sebuah rumah sederhana di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur.
"Selama 33 tahun saya dan suami bekerja di PT Antam Tbk, hidup kami tetap sederhana dengan uang pensiun hanya Rp 3,2 juta per bulan," ucap Tutik dengan suara bergetar.
Tutik juga menyinggung mengenai penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) di kediamannya. Ia menegaskan bahwa penyidik tidak menemukan harta kekayaan tersembunyi, melainkan hanya buku tabungan dari bank BUMN dan salinan pencairan deposito sebesar Rp 270 juta. Dana tersebut, lanjut Tutik, digunakan untuk biaya pengobatan putrinya yang terpapar Covid-19 pada tahun 2021. Ia menyebutkan bahwa biaya vaksin mencapai Rp 4 juta per ampul dan total biaya pengobatan mencapai lebih dari Rp 300 juta. Sayangnya, putrinya meninggal dunia.
Tutik membantah tuduhan bahwa dirinya telah melakukan korupsi dan merugikan negara. Ia menyesalkan dakwaan jaksa yang menyebutkan bahwa dirinya merugikan negara sebesar Rp 167 miliar selama menjabat sebagai VP UBPP LM PT Antam.
"Dakwaan tersebut telah menghancurkan nama baik, martabat, dan kedamaian yang saya dan keluarga miliki," kata Tutik dengan nada sedih.
Dalam kasus ini, jaksa penuntut umum menuntut Tutik dengan hukuman 9 tahun penjara dan denda Rp 750 juta subsidair 6 bulan kurungan. Tutik dan sejumlah pejabat UBPP LM PT Antam sebelumnya didakwa melakukan kegiatan lebur cap emas yang diduga merugikan negara sebesar Rp 3,3 triliun. Perbuatan tersebut dinilai melanggar Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.