Kejaksaan Negeri Ende Usut Dugaan Penyelewengan Dana Daerah Rp 49 Miliar, Alokasi Sempat Diduga untuk Gaji DPRD
Kasus Dugaan Korupsi Dana Daerah di Kabupaten Ende Mencuat
Kejaksaan Negeri (Kejari) Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT), tengah mengusut dugaan tindak pidana korupsi terkait pengelolaan dana alokasi khusus (DAK) dan dana alokasi umum (DAU) senilai Rp 49 miliar di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ende. Kasus ini menyeret sejumlah Organisasi Perangkat Daerah (OPD) di wilayah tersebut.
Kepala Kejari Ende, Zulfahmi, mengungkapkan bahwa dana tersebut seharusnya diperuntukkan bagi pembayaran pekerjaan proyek yang telah diselesaikan oleh pihak rekanan di 22 OPD. Proses pencairan seharusnya dilakukan melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Ende.
"Terdapat 22 OPD yang telah mengajukan permohonan pembayaran atas pekerjaan fisik dan nonfisik yang telah rampung 100 persen kepada BPKAD Ende pada periode Oktober hingga Desember 2024," jelas Zulfahmi.
Namun, hingga akhir tahun anggaran 2024, BPKAD Ende diduga tidak menindaklanjuti pengajuan pembayaran kepada pihak rekanan dengan total nilai mencapai Rp 49.854.571.984. Padahal, anggaran tersebut telah ditransfer dari pemerintah pusat ke kas umum daerah Kabupaten Ende.
Dana Dialihkan untuk Berbagai Keperluan, Termasuk Gaji DPRD
Menurut Zulfahmi, dana yang seharusnya dibayarkan kepada rekanan justru dialihkan untuk berbagai keperluan lain, diantaranya:
- Pembayaran gaji dan tunjangan anggota DPRD Kabupaten Ende periode Mei hingga Desember 2024 sebesar Rp 8.613.021.295.
- Pembayaran gaji Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) formasi 2022 untuk periode Juni hingga Agustus 2024 sebesar Rp 7.873.257.641.
- Belanja rutin Sekretariat Daerah (Setda) dan Sekretariat DPRD (Setwan) Kabupaten Ende senilai Rp 17.709.803.070.
- Alokasi dana desa (ADD) triwulan IV tahun 2024 sejumlah Rp 10.968.001.842.
Alasan BPKAD Tunda Pembayaran
Berdasarkan hasil pemeriksaan sementara, BPKAD Ende menunda pembayaran kepada rekanan dengan alasan keterlambatan pengajuan permohonan pembayaran dari masing-masing OPD. Selain itu, terdapat persyaratan yang belum dipenuhi, seperti kelengkapan tambahan berupa rekomendasi pengadaan barang dan jasa, khususnya dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan.
"Penyidik akan menindaklanjuti kasus ini dengan melakukan pemeriksaan lebih lanjut terhadap ahli keuangan negara dan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah (LKPP)," tegas Zulfahmi.
Kasus ini masih dalam tahap pengembangan oleh Kejari Ende. Proses hukum akan terus berjalan untuk mengungkap potensi kerugian negara dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas dugaan penyelewengan dana tersebut.