DPR Soroti Praktik Pembebanan Biaya Layanan Ojek Online Tanpa Landasan Hukum

Anggota DPR Pertanyakan Dasar Hukum Biaya Layanan Aplikasi Ojek Online

Anggota Komisi V DPR RI, Adian Napitupulu, secara tegas mempertanyakan legalitas biaya layanan dan jasa aplikasi yang selama ini dibebankan kepada pengguna dan pengemudi ojek online (ojol). Dalam rapat dengar pendapat umum yang melibatkan perwakilan pengemudi ojol di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (21/5/2025), Adian menyampaikan keberatannya terhadap praktik yang dianggap tidak memiliki dasar hukum yang jelas.

Menurut Adian, biaya layanan dan jasa aplikasi ini berbeda dengan biaya jasa sebesar 20% yang diatur dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 1001 Tahun 2022. Ia mendesak agar biaya layanan dan biaya jasa aplikasi tersebut dihapuskan karena dianggap membebani baik konsumen maupun pengemudi ojol.

"Saya minta ini dicabut, tidak boleh ada. Tidak boleh ada biaya layanan dan biaya jasa aplikasi," tegas Adian di hadapan para pengemudi ojol.

Politisi dari PDI Perjuangan ini juga menyoroti bahwa penerapan biaya layanan dan jasa aplikasi ini seolah-olah hanya didasarkan pada praktik yang umum di negara lain. Adian mempertanyakan mengapa hal ini dibiarkan berlangsung selama bertahun-tahun tanpa adanya landasan hukum yang kuat.

"(Mereka) menggunakan ini hanya karena di negara lain dipakai. Tapi peristiwa di negara lain itu bukan dasar hukum buat Indonesia. Dan negara biarkan ini terjadi bertahun-tahun. Ini aneh menurut saya. Kita seperti hidup bernegara tanpa negara," ungkap Adian dengan nada heran.

Adian juga menyoroti besaran potongan biaya jasa aplikasi yang dinilai tidak wajar, mencapai 30-50%. Padahal, aturan Kemenhub menetapkan bahwa aplikator hanya diperbolehkan memotong maksimal 20% per perjalanan atau pemesanan. Ia menduga bahwa aplikator mendapatkan keuntungan yang sangat besar dengan membebankan biaya ganda, baik kepada pengemudi maupun konsumen.

"Jadi kalau kemudian begini pimpinan, kalau kemudian misalnya dari driver dia dapat Rp 10.000 per orderan, lalu dari konsumen dia dapat Rp 10.000, kita kalikan dengan jumlah driver mereka dan jumlah merchant mereka 4,2, berarti mereka dapatkan paling tidak Rp 92 miliar per hari," jelas Adian, menggambarkan potensi pendapatan fantastis yang diperoleh aplikator.

Isu pemotongan biaya oleh aplikator ini sebelumnya telah memicu aksi unjuk rasa dari para pengemudi ojol pada Selasa (20/5/2025). Para pengemudi memprotes besaran potongan yang dianggap tidak adil dan skema tarif murah yang merugikan mereka. Tuntutan utama dalam aksi tersebut meliputi kenaikan tarif antar penumpang, regulasi yang jelas untuk makanan dan barang roda dua, ketentuan tarif bersih untuk roda empat, serta perlunya undang-undang yang mengatur transportasi online di Indonesia.

Berikut adalah poin-poin tuntutan pengemudi ojol dalam aksi unjuk rasa:

  • Kenaikan tarif antar penumpang
  • Regulasi makanan dan barang roda dua
  • Ketentuan bersih tarif roda empat
  • Undang-undang transportasi online Indonesia