Polri Intensifkan Pendampingan Psikologis dan Hukum bagi Anak Korban Eksploitasi Seksual di Grup Facebook
Aparat kepolisian Republik Indonesia tengah fokus memberikan pendampingan intensif kepada anak-anak perempuan yang menjadi korban eksploitasi seksual dalam grup Facebook yang dikenal dengan nama 'Fantasi Sedarah' dan 'Suka Duka'. Langkah ini diambil setelah serangkaian penyelidikan mendalam berhasil mengidentifikasi sejumlah korban, termasuk anak-anak di bawah umur.
Brigadir Jenderal Nurul Azizah, Direktur Tindak Pidana Perlindungan Perempuan dan Anak-Pidana Perdagangan Orang (PPA-PPO) Bareskrim Polri, mengungkapkan bahwa berdasarkan hasil investigasi, terdapat tiga anak di bawah umur dan satu perempuan dewasa yang menjadi korban dalam kasus ini. Salah seorang pelaku, yang diidentifikasi dengan inisial MS, diketahui menargetkan anak-anak dari dua kakak iparnya yang masih berusia 12 dan 8 tahun. Selain itu, MS juga mengincar adik iparnya yang berusia 21 tahun. Modus operandi yang digunakan pelaku melibatkan penyebaran konten yang mengeksploitasi anak-anak secara seksual di platform media sosial.
"Tiga korban berjenis kelamin perempuan terdiri dari satu orang dewasa berusia 21 tahun, dan dua anak-anak berusia 8 dan 12 tahun yang berdomisili di wilayah Jawa Tengah," jelas Brigjen Nurul Azizah dalam konferensi pers di Bareskrim Polri, Jakarta Selatan.
Lebih lanjut, Brigjen Nurul Azizah menjelaskan bahwa hubungan antara pelaku dan korban dewasa adalah adik ipar, sementara hubungan dengan korban anak-anak adalah paman. Penyelidikan juga mengungkap keterlibatan pelaku lain dengan inisial MJ, yang melakukan tindakan cabul terhadap seorang anak berusia 7 tahun yang merupakan tetangganya. Tindakan bejat tersebut direkam dan kemudian diunggah ke grup Facebook.
"Modus operandinya adalah pelaku melakukan perbuatan cabul sebanyak tiga kali dan merekam adegan tersebut dengan perangkat selulernya," ungkap Nurul.
Para tersangka diduga telah melakukan serangkaian tindak pidana, termasuk kekerasan seksual berupa pelecehan seksual nonfisik, fisik, eksploitasi seksual, dan kekerasan seksual berbasis elektronik, serta perbuatan cabul terhadap anak dan pornografi yang melibatkan anak. Guna memastikan keamanan dan kesejahteraan para korban, Polri berkoordinasi dengan berbagai pihak terkait, termasuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) dan pemerintah daerah.
Koordinasi ini bertujuan untuk menyediakan pendampingan yang terintegrasi bagi para korban, meliputi pendampingan psikologis, pendampingan hukum, rehabilitasi medis dan sosial, serta penyediaan rumah aman apabila diperlukan. Polri juga menggandeng Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri dan Polda Metro Jaya untuk melakukan penelusuran alat bukti digital guna mengidentifikasi perkara dan korban lainnya yang mungkin tersebar di berbagai daerah.
Berikut adalah jenis pendampingan yang diberikan:
- Pendampingan psikologis
- Pendampingan hukum
- Rehabilitasi medis dan sosial
- Penyediaan rumah aman (jika diperlukan)
Dengan langkah-langkah komprehensif ini, Polri berharap dapat memberikan perlindungan maksimal dan memulihkan kondisi psikologis serta sosial para korban, serta menyeret para pelaku ke pengadilan untuk mempertanggungjawabkan perbuatan mereka.