Mahasiswa UKSW Kritik Dialog Rektor: Merasa Suara Tak Didengar dan Dituduh Subversif
Kritikan Pedas Mahasiswa UKSW Terhadap Dialog Rektor
Salatiga - Gelombang kritik menghantam dialog yang diselenggarakan oleh Rektor Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW), Prof. Intyas Utami. Acara yang seharusnya menjadi wadah aspirasi, justru menuai kekecewaan dari berbagai elemen sivitas akademika.
Armando Nistelrooy Takuneno, Ketua Badan Perwakilan Mahasiswa Universitas (BPMU) UKSW, menjadi salah satu suara lantang yang mengkritisi jalannya dialog tersebut. Menurutnya, acara tersebut lebih terkesan sebagai ajang pencitraan rektor, alih-alih forum diskusi yang konstruktif dan inklusif. Armando menyoroti kurangnya keterlibatan mahasiswa secara menyeluruh, format acara yang searah, serta kesan eksklusif karena hanya melibatkan perwakilan dari dua fakultas tertentu.
"Dialog ini diadakan secara mendadak dan tidak melibatkan mahasiswa secara menyeluruh. Sifatnya pun searah, lebih sebagai ruang klarifikasi bagi rektor," ungkap Armando dengan nada kecewa.
Ia menambahkan, dialog yang ideal seharusnya mampu membangun solidaritas di antara seluruh elemen kampus, bukan justru menciptakan perpecahan. Penggunaan istilah 'tempat terbatas' dalam undangan juga semakin memperkuat kesan eksklusif dan tidak partisipatif. Armando menilai, dialog tersebut gagal membuahkan hasil konkret dan hanya dimanfaatkan sebagai ruang untuk mencari simpati.
Mahasiswa Merasa Terpinggirkan dan Dituduh Subversif
Lebih lanjut, Armando mengungkapkan kekhawatirannya terkait semakin lebarnya jurang pemisah antara mahasiswa dan pihak rektorat. Ia menyayangkan bahwa suara-suara mahasiswa seringkali diabaikan, bahkan dituduh sebagai tindakan subversif dan dianggap sebagai pengacau di lingkungan kampus sendiri.
"Suara kami tidak direspons, bahkan dituduh subversif dan dianggap pengacau di rumah kami sendiri," tegasnya.
Menanggapi situasi ini, Armando menuntut Lembaga Kemahasiswaan Universitas (LKU) UKSW untuk membuka ruang dialog yang lebih inklusif, melibatkan mahasiswa, senat universitas, sivitas akademika, dan Rektor UKSW secara bersama-sama. Ia menekankan pentingnya peran mahasiswa sebagai subjek dalam pembuatan kebijakan, bukan hanya sebagai objek yang pasif.
"Mahasiswa tidak hanya dijadikan obyek dari kebijakan, tapi juga subyek yang memiliki hak untuk didengar dan dilibatkan," imbuhnya.
Kritik dari Akademisi Fakultas Hukum
Kritik serupa juga datang dari Prof. Umbu Rauta, seorang akademisi dari Fakultas Hukum UKSW. Ia mengungkapkan bahwa permintaan dialog dari Fakultas Hukum yang diajukan sejak bulan Januari hingga saat ini belum mendapatkan respons dari pihak rektorat. Umbu menilai, dialog yang diinisiasi oleh Rektor UKSW pada tanggal 16 Mei 2025 lalu dikemas dengan kurang tepat, baik dari segi desain maupun substansi. Ia menganggap acara tersebut tidak lebih dari sekadar klarifikasi sepihak yang subjektif, tidak partisipatoris, tidak transparan, dan manipulatif.
"Dialog ini tidak menjawab pokok persoalan. Tidak lebih dari sekadar klarifikasi sepihak, subjektif, tidak partisipatoris, tidak transparan dan manipulatif sehingga dimaknai tidak pernah ada dialog yang sesungguhnya," kata Umbu dengan nada kecewa.
Umbu juga menyoroti ketidaktransparanan dalam evaluasi kinerja pejabat kampus yang disampaikan oleh Rektor dalam dialog tersebut. Ia mempertanyakan kriteria dan hasil evaluasi yang tidak pernah disampaikan kepada pihak-pihak yang dievaluasi.
Klarifikasi Rektor UKSW
Sebelumnya, Rektor UKSW Prof. Intyas Utami dalam keterangan tertulisnya menyatakan bahwa audiensi tersebut diadakan untuk mendengar dan membangun dialog langsung atas aspirasi yang disampaikan oleh Fakultas Hukum, Fakultas Teknologi Informasi, dan Fakultas Teologi. Ia mengapresiasi aspirasi yang disampaikan oleh mahasiswa dan dosen.
"Kami membuka ruang dialog di Balairung Universitas, sebagai bentuk apresiasi atas aspirasi yang disampaikan civitas akademika," jelas Intyas.
Audiensi tersebut dihadiri oleh mahasiswa dan dosen lintas fakultas di UKSW, dengan berbagai aspirasi terkait peningkatan fasilitas kampus penunjang perkuliahan. Wakil Rektor Bidang Keuangan, Infrastruktur, dan Perencanaan (KIP), Priyo Hadi Ari, menegaskan bahwa aspirasi yang disampaikan akan menjadi prioritas dan akan segera ditindaklanjuti.
"Minggu depan kami akan turun ke lapangan langsung untuk melakukan pengecekan dan melakukan follow up. Aspirasi yang disampaikan rekan mahasiswa dalam audiensi ini, akan kami jadikan prioritas," pungkas Priyo Hadi Ari.