Pedagang Kaki Lima Semarang Protes Relokasi ke DPRD, Lantunkan Kritik Sosial
Puluhan pedagang kaki lima (PKL) dari kawasan Jalan Hasanuddin dan Jalan Madukoro, Semarang, melakukan aksi unjuk rasa di kantor DPRD Kota Semarang pada hari Rabu, (21/05/2025). Aksi ini merupakan bentuk penolakan terhadap rencana relokasi yang dinilai merugikan mata pencaharian mereka.
Massa yang membawa berbagai poster dengan tulisan bernada protes, seperti "PKL ora golek mapan mung golek penghidupan", "Jangan matikan PKL" dan "Kami cuma jualan, bukan koruptor", awalnya berkumpul di depan Balai Kota Semarang. Setelah menyampaikan orasi, mereka kemudian bergerak menuju ruang paripurna DPRD Kota Semarang.
Di dalam ruang sidang, para PKL menyuarakan aspirasi mereka dengan cara yang unik. Mereka menyanyikan lagu "Surat Buat Wakil Rakyat" karya Iwan Fals, sebuah lagu balada yang berisi kritik sosial terhadap para wakil rakyat. Aksi ini menjadi simbol perlawanan terhadap kebijakan relokasi yang mereka anggap tidak adil.
Zainal Abidin Petir, kuasa hukum para pedagang, menjelaskan bahwa para PKL telah lama menggantungkan hidup mereka dari berjualan di kawasan tersebut. Bahkan, beberapa di antara mereka telah berjualan selama puluhan tahun. "Jika mereka tidak berjualan, bagaimana mereka bisa menghidupi keluarga mereka?," ujar Zainal.
Menurut Zainal, Jalan Hasanuddin telah menjadi sebuah destinasi kuliner malam yang populer dan ramai dikunjungi. Lokasi ini sangat strategis bagi para PKL untuk menjajakan dagangan mereka. Ia menambahkan, meski kondisi lingkungan tidak selalu ideal, para PKL tetap bertahan demi mencari rezeki. "Sesuk payu mangan, ora payu ora mangan," imbuhnya.
Zainal juga mengkritik tindakan Satpol PP yang dinilai intimidatif terhadap para PKL. Ia mengatakan, kedatangan petugas penegak perda dengan truk saja sudah membuat para pedagang merasa tertekan. Selain itu, ia menyoroti proses sosialisasi relokasi yang dianggap tidak transparan dan cenderung menakut-nakuti para pedagang.
Para pedagang merasa keberatan dengan Peraturan Wali Kota (Perwal) yang menyatakan bahwa area tempat mereka berjualan kini termasuk zona terlarang. Mereka juga kecewa karena tempat relokasi yang ditawarkan berada di lokasi yang kurang strategis dan sepi pengunjung. "Yang menyakitkan, mereka disuruh pindah ke tempat kumuh, jauh dari keramaian. Padahal PKL butuh keramaian untuk bertahan hidup," pungkas Zainal.
Berikut ini adalah beberapa poin yang menjadi keberatan para PKL:
- Lokasi Relokasi Tidak Strategis: Para PKL menganggap tempat relokasi yang ditawarkan pemerintah kota tidak strategis dan jauh dari keramaian pembeli.
- Intimidasi Satpol PP: Kedatangan Satpol PP dianggap sebagai bentuk intimidasi yang membuat para PKL merasa tidak nyaman dan tertekan.
- Kurangnya Sosialisasi: Para PKL merasa kurang dilibatkan dalam proses sosialisasi relokasi dan tidak mendapatkan informasi yang jelas mengenai kebijakan tersebut.
- Peraturan Wali Kota: Pemberlakuan Peraturan Wali Kota yang melarang PKL berjualan di area tersebut dianggap merugikan dan mematikan mata pencaharian mereka.
- Jalan Hasanuddin Sudah Strategis: Para PKL menilai Jalan Hasanuddin telah menjadi lokasi yang strategis dan ramai dikunjungi pembeli, terutama pada malam hari.