Ekonom Sarankan Pemerintah Kaji Ulang Kebijakan Efisiensi Anggaran Demi Dongkrak Pertumbuhan Ekonomi
Ekonom Burhanuddin Muhtadi mendesak pemerintah untuk meninjau kembali kebijakan efisiensi anggaran yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025. Langkah ini dinilai krusial untuk memacu kembali pertumbuhan konsumsi domestik, yang mengalami kontraksi pada kuartal pertama tahun ini.
"Pemerintah perlu mengambil langkah-langkah inovatif untuk mendorong aktivitas ekonomi lokal dan domestik. Saya berharap pemerintah mempertimbangkan relaksasi kebijakan efisiensi ini," ungkap Burhanuddin dalam DBS Asian Insight Conference 2025 di Jakarta, Rabu (21/5/2025).
Menurutnya, pengetatan efisiensi yang berkelanjutan dapat menyebabkan pelaku usaha dan investor menahan diri dalam berinvestasi. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak negatif pada konsumsi domestik, yang selama ini menjadi pendorong utama pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Burhanuddin juga menyoroti respons pemerintah daerah terhadap kebijakan efisiensi ini. Ia mengamati bahwa beberapa daerah turut serta dalam memangkas anggaran belanja, meskipun aturan tersebut sebenarnya hanya berlaku untuk pemerintah pusat. Ia mencontohkan kasus Kabupaten Bojonegoro yang memiliki anggaran besar, namun realisasi belanjanya sangat minim.
"Padahal pemerintah daerah memiliki anggaran yang besar, tetapi ikut melakukan efisiensi. Padahal yang diwajibkan adalah pemerintah pusat. Seharusnya pemerintah daerah tidak perlu khawatir untuk membelanjakan anggaran mereka. Hal ini justru menekan konsumsi domestik kita," jelasnya.
Menurut Burhanuddin, penundaan belanja pemerintah berpotensi memperlambat laju pertumbuhan ekonomi nasional.
"Ini berbahaya, uangnya tertahan. Jadi, mohon segera diaktifkan, agar ekonomi bergerak, dan ini penting bagi Bapak Prabowo juga. Karena jika ekonomi bergerak, tingkat kepuasan publik terhadap Bapak Prabowo juga akan meningkat," tambahnya.
Sebelumnya, pemerintah telah mencairkan blokir anggaran sebesar Rp 86,6 triliun untuk 99 kementerian dan lembaga setelah menyelesaikan implementasi Inpres efisiensi. Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara menjelaskan bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani telah melaporkan hasil pelaksanaan Inpres tersebut kepada Presiden Prabowo pada 7 Maret 2025. Setelah pelaporan, Menteri Keuangan meminta persetujuan untuk membuka blokir dan menyesuaikan alokasi belanja sesuai dengan prioritas.
"Nilai pembukaan blokirnya mencapai Rp 86,6 triliun dan ini memungkinkan belanja kembali dilakukan," kata Suahasil dalam konferensi pers APBN KiTa edisi April 2025.