Polemik KRIS BPJS Kesehatan: Buruh Ajukan Penolakan, DJSN Buka Diri terhadap Masukan
Gelombang penolakan terhadap implementasi Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) dalam sistem BPJS Kesehatan terus bergulir. Kali ini, suara penolakan datang dari kalangan buruh yang merasa kebijakan tersebut berpotensi merugikan hak-hak mereka dalam memperoleh layanan kesehatan yang layak.
Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) merespons aspirasi tersebut dengan menggelar audiensi bersama perwakilan serikat buruh. Pertemuan yang berlangsung di Jakarta pada Rabu (21/5/2025) itu menjadi wadah bagi buruh untuk menyampaikan secara langsung keberatan mereka terkait Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024. Perpres ini merupakan perubahan ketiga atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang di dalamnya mengatur tentang KRIS.
Salah satu poin krusial yang menjadi sorotan buruh adalah Pasal 46 ayat 7 Perpres 59/2024. Pasal ini mengatur tentang standar fasilitas ruang perawatan inap, termasuk sarana dan prasarana, jumlah tempat tidur, serta peralatan medis yang disediakan. Buruh khawatir standar yang ditetapkan dalam KRIS akan menurunkan kualitas pelayanan yang selama ini mereka terima.
Ketua DJSN, Nunung Nuryartono, menyatakan bahwa pihaknya terbuka terhadap segala masukan dari berbagai pihak, termasuk buruh. Ia menegaskan bahwa DJSN memiliki tanggung jawab untuk menampung dan mempertimbangkan setiap aspirasi dalam rangka meningkatkan mutu layanan dan memperbaiki sistem perlindungan sosial di Indonesia, khususnya jaminan sosial.
"Kami menerima setiap masukan, setiap apa yang disampaikan oleh seluruh pemangku kepentingan di dalam upaya untuk semakin meningkatkan mutu layanan perbaikan dan sistem perlindungan sosial di Indonesia, khususnya jaminan sosial," ujar Nuryartono usai audiensi.
Sebelumnya, Ketua Koordinator Forum Jamsos, Jusuf Rizal, secara tegas menyatakan penolakan terhadap konsep KRIS. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut bertentangan dengan prinsip keadilan. Rizal juga mendesak Presiden Prabowo Subianto untuk mengevaluasi kembali kebijakan-kebijakan yang berkaitan dengan jaminan sosial.
"Kita menolak terhadap ide gagasan KRIS ini satu ruang perawatan yang bertentangan dengan prinsip keadilan buat kita. Kedua, kita minta kepada Presiden RI Pak Prabowo Sudanto agar mengkaji ulang berbagai kebijakan-kebijakan yang menyangkut masalah jaminan sosial," tegasnya.
Forum Jamsos khawatir implementasi KRIS akan meningkatkan beban biaya BPJS Kesehatan secara signifikan. Hal ini dikhawatirkan akan mengurangi anggaran yang seharusnya dapat dialokasikan untuk peningkatan kualitas pelayanan kesehatan yang sudah ada. Mereka berharap dana yang telah dialokasikan di BPJS Kesehatan dapat dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan pelayanan yang sudah ada, bukan justru dialihkan untuk memenuhi standar KRIS yang dinilai kurang adil.