Kemenkumham Paparkan Kriteria Penerima Amnesti, Proses Pengajuan Hingga Persetujuan DPR
Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) tengah mematangkan proses pemberian amnesti atau pengampunan kepada sejumlah narapidana. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (Dirjen AHU) Kemenkumham, Widodo Ekatjahjana, mengungkapkan rincian kategori penerima amnesti serta alur pengajuan hingga persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Dalam rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR, Widodo menjelaskan bahwa saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi data calon penerima amnesti. Koordinasi intensif juga dilakukan antar lembaga kementerian untuk memastikan keselarasan kewenangan dalam proses amnesti ini.
"Berkaitan dengan amnesti, kewenangan ada di Direktorat Pidana kami. Namun, pengelolaan warga binaan berada di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan. Oleh karena itu, koordinasi terus kami lakukan, dan saat ini sedang berlangsung verifikasi data," ujar Widodo.
Koordinasi dengan Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan (Imipas) menjadi krusial untuk memastikan data yang akurat dan sinkron. Selain itu, Kemenkumham juga melibatkan berbagai narasumber eksternal, termasuk akademisi, untuk mendapatkan masukan yang komprehensif.
Berikut adalah alur pemberian amnesti yang dijabarkan oleh Widodo:
- Penetapan Data Penerima: Kemenkumham dan Imipas menetapkan data calon penerima amnesti.
- Pengajuan ke Presiden: Data yang telah ditetapkan diserahkan kepada Presiden.
- Persetujuan DPR: Presiden kemudian mengajukan nama-nama penerima amnesti ke DPR untuk mendapatkan persetujuan.
- Pemberian Amnesti: Setelah mendapatkan persetujuan DPR, amnesti diberikan secara serentak.
"Pemberian amnesti harus mendapatkan persetujuan dari DPR RI, sesuai dengan Pasal 14 UUD. Saat ini, laporan sedang dalam proses penyelesaian, dan akan kami laporkan kepada Menteri Hukum, yang kemudian akan disampaikan kepada Presiden untuk diteruskan ke DPR RI," jelas Widodo.
Widodo juga memaparkan empat kategori narapidana yang berpotensi menerima amnesti, dengan pengecualian kasus korupsi:
- Pengguna narkotika
- Pelanggaran UU ITE (penghinaan presiden/kepala negara/pemerintahan)
- Makar (tanpa senjata)
- Berkebutuhan khusus (paliatif, ODGJ, berumur di atas 70 tahun, disabilitas mental)
Proses pemberian amnesti ini menunjukkan komitmen pemerintah dalam memberikan kesempatan kedua bagi narapidana tertentu, dengan tetap memperhatikan aspek hukum dan keadilan. Keterlibatan DPR dalam proses persetujuan juga memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengambilan keputusan.