Sungai Surabaya Tercemar Mikroplastik, Organisme Air Terancam
Temuan mengkhawatirkan mengenai kondisi Kali Surabaya kembali mencuat. Organisasi lingkungan Ecoton, bersama dengan sejumlah komunitas yang tergabung dalam Aliansi Komunitas Penyelamat Bantaran Sungai (Akamsi), mengungkapkan adanya kontaminasi mikroplastik pada berbagai organisme sungai. Penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa plankton, kepiting air tawar, dan udang di Kali Surabaya telah terpapar partikel plastik berukuran sangat kecil ini.
Jenis mikroplastik yang paling banyak ditemukan adalah fiber, terdeteksi di seluruh titik pengambilan sampel. Konsentrasi tertinggi ditemukan di wilayah hilir sungai, khususnya di sekitar Karangpilang dan Kramat Temenggung. Hasil uji laboratorium dengan metode FTIR yang dilakukan oleh Akamsi mengidentifikasi adanya polimer polyethylene (PE), polypropylene (PP), dan PET. Sumber utama polimer-polimer ini diduga berasal dari limbah rumah tangga dan industri yang masuk ke sungai.
Ilham, salah seorang peneliti mikroplastik, menjelaskan bahwa paparan mikroplastik pada organisme perairan mengindikasikan kondisi Kali Surabaya yang memprihatinkan. Ia menekankan potensi dampak negatif bagi manusia, mengingat mikroplastik dapat masuk ke rantai makanan dan berakhir di tubuh manusia melalui konsumsi ikan.
Selain masalah mikroplastik, kualitas air Kali Surabaya juga mengalami penurunan. Pengukuran kualitas air di berbagai segmen sungai menunjukkan penurunan kadar oksigen terlarut (dissolved oxygen). Data menunjukkan penurunan dari 4,69 miligram per liter di hulu (Wringinanom) menjadi hanya 1,95 miligram per liter di hilir (Karangpilang).
Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya suhu air dan hilangnya vegetasi di sepanjang sempadan sungai. Hilangnya vegetasi alami dan penggantiannya dengan bangunan beton di wilayah hilir mengurangi kemampuan sungai untuk mendukung kehidupan akuatik.
Akamsi juga menyoroti keberadaan bangunan ilegal di sepanjang sempadan Kali Surabaya. Berdasarkan pemetaan spasial menggunakan citra satelit periode 2015-2025, teridentifikasi sebanyak 4.641 unit bangunan ilegal yang berdiri di area sempadan sungai. Bangunan-bangunan ini tidak hanya melanggar aturan tata ruang, tetapi juga mengurangi area resapan air dan menjadi sumber langsung pencemaran limbah.
Rio Ardiansa, anggota komunitas Akamsi, menyatakan bahwa keberadaan bangunan ilegal ini mencerminkan kurangnya perhatian terhadap kondisi sungai. Bangunan ilegal tersebut tersebar di empat kabupaten/kota, yaitu Mojokerto, Sidoarjo, Gresik, dan Surabaya.
Sebelumnya, warga Desa Wringinanom, Gresik, melaporkan kematian massal ikan di Kali Surabaya. Fenomena ini bukan pertama kalinya terjadi, dan sering berulang setiap tahunnya. Ecoton dan Akamsi mendesak pemerintah untuk mengambil tindakan tegas untuk mengatasi masalah ini.
Tuntutan Akamsi kepada Pemerintah:
- Menertibkan bangunan ilegal di bantaran Kali Surabaya.
- Merestorasi fungsi ekologis sempadan sungai sebagai zona hijau dan resapan air.
- Menerapkan sistem pengelolaan sampah terpadu di seluruh desa dalam Daerah Aliran Sungai (DAS) Kali Surabaya.
- Melakukan monitoring kualitas air secara rutin dan mempublikasikan hasilnya secara terbuka.
- Melakukan investigasi tuntas terhadap kejadian ikan mati massal dan sumber pencemarnya.
- Mematuhi Peraturan Gubernur Jawa Timur tentang Perlindungan dan Penataan Sempadan Sungai.