Kreativitas Tanpa Batas: Mahasiswa Surabaya Sulap Kantong Teh Bekas Jadi Karya Seni Bernilai
Di Kota Surabaya, ide kreatif mengubah limbah menjadi karya seni yang memukau tengah menjadi sorotan. Sekelompok mahasiswa dari Desain Komunikasi Visual (DKV) Universitas Surabaya (Ubaya) membuktikan bahwa barang bekas pun bisa memiliki nilai estetika tinggi. Mereka memanfaatkan kantong teh celup bekas, yang umumnya berakhir di tempat sampah, sebagai media lukis yang unik dan inovatif.
Aksi kreatif ini dilakukan sebagai bagian dari perayaan International Tea Day, sekaligus menjadi kampanye kepedulian terhadap lingkungan. Sebanyak 38 mahasiswa DKV Ubaya terlibat dalam proyek ini, mengubah ratusan kantong teh bekas menjadi kanvas-kanvas mini yang memancarkan keindahan budaya dari berbagai negara penghasil teh terkemuka, seperti Indonesia, Inggris, India, dan China.
"Mahasiswa DKV Ubaya memperingati International Tea Day dengan membuat lukisan yang akan dipamerkan. Dengan mengangkat tema keberlanjutan lingkungan, kantong teh bekas yang sudah diseduh menjadi pilihan utama. Ampas teh dimanfaatkan sebagai pupuk, sementara kantongnya menjadi media lukis," ungkap Hedi Amelia Bella Cintya, Kepala Program Studi DKV Ubaya. Proses kreatif ini memakan waktu kurang lebih tiga jam, di mana setiap mahasiswa melukis 3-4 kantong teh bekas berukuran 5 x 6 sentimeter.
Dalam proses berkarya, mahasiswa menggunakan cat akrilik atau cat air dengan teknik white draw paint. Tantangan utama terletak pada tekstur kantong teh yang tipis dan rentan terhadap air. Oleh karena itu, mereka dituntut untuk mengatur komposisi cat dan air dengan cermat, serta memilih kuas yang sesuai. Kantong teh bekas yang digunakan dikumpulkan dari berbagai lokasi di area kampus. Namun, tidak semua kantong teh bisa langsung digunakan. Dosen dan mahasiswa harus melakukan proses seleksi untuk memastikan hanya kantong teh yang masih utuh dan layak pakai yang digunakan.
Kegiatan ini terinspirasi dari karya seni seniman Inggris, Ruby Silvi, yang dikenal dengan lukisan-lukisan uniknya di atas kantong teh. Sebelum membimbing mahasiswa, Hedi Amelia Bella dan tim dosen melakukan uji coba terlebih dahulu untuk memberikan contoh dan panduan yang tepat. "Saya dan tim dosen sempat mempraktikkan dulu sebagai contoh bagaimana untuk membuat gambar di tea bag ini. Mereka praktik dan sudah terbiasa dengan alat tambahan hairdryer," jelas Hedi.
Bagi para mahasiswa, pengalaman melukis di atas kantong teh bekas ini menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Mereka ditantang untuk berkreasi di atas media yang tidak lazim, dengan tekstur yang unik dan ukuran yang terbatas.
Kaylee, salah satu mahasiswi yang terlibat dalam proyek ini, mengaku menikmati prosesnya meskipun ada tantangan tersendiri. "Yang jadi masalah kalau tidak ada kuas yang sesuai ukurannya. Ada enaknya juga karena tidak terlalu butuh detail karena medianya kecil," ujarnya. Liora, mahasiswi lainnya, mengungkapkan bahwa tekstur kantong teh yang tidak rata menjadi kendala tersendiri. "Lebih susah ini karena kan bertekstur. Kalau berlipat gini, bikin garis agak susah. Catnya juga harus menyesuaikan, tidak bisa terlalu banyak air karena nanti rembes," katanya.
Terlepas dari segala tantangan yang dihadapi, proyek ini memberikan pengalaman berharga bagi dosen dan mahasiswa. Mereka belajar bahwa seni tidak harus selalu menggunakan media mahal, dan kepedulian terhadap lingkungan dapat diwujudkan melalui cara-cara yang kreatif dan inovatif. Inisiatif mahasiswa Ubaya ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk melihat potensi seni di sekitar kita, bahkan pada benda-benda yang seringkali kita anggap sebagai sampah.