Koperasi Ojek Online: Upaya Mewujudkan Kesejahteraan Pengemudi yang Berkeadilan
Mengurai Benang Kusut Kesejahteraan Pengemudi Ojek Online: Peran Strategis Koperasi
Fenomena ojek online (ojol) telah menjelma menjadi urat nadi perekonomian Indonesia, memfasilitasi mobilitas masyarakat, membuka lapangan kerja baru, dan menyokong geliat Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Keberadaan ojol memangkas kendala logistik, memperluas jangkauan pasar, dan mengoptimalkan layanan UMKM tanpa membebani mereka dengan armada sendiri.
Namun, di balik gemerlap kontribusi ojol, tersimpan ironi kesejahteraan pengemudi yang belum terpecahkan. Ketidakadilan pembagian hasil, minimnya perlindungan kerja, dan status "mitra" yang ambigu memicu gelombang protes dan tuntutan perbaikan. Aksi demonstrasi besar-besaran yang melibatkan ribuan pengemudi ojol pada 20 Mei 2025 menjadi sinyal darurat perlunya solusi yang lebih komprehensif dan berkelanjutan. Di sinilah, gagasan pembentukan Koperasi Ojek Online (KOI) menemukan relevansinya.
Kontribusi Ojol dan Dilema Kesejahteraan
Ojol berperan sebagai katalisator ekonomi, terutama bagi UMKM. Mereka membuka akses pasar yang lebih luas dan efisien, memungkinkan UMKM menjangkau pelanggan tanpa perlu infrastruktur logistik sendiri. Kemudahan pemesanan dan pengiriman cepat turut mendongkrak volume penjualan berbagai usaha, dari kuliner rumahan hingga toko kecil, menjadikan pengemudi ojol bukan sekadar penyedia transportasi, melainkan roda penggerak vital bagi ekonomi UMKM. Selain itu, industri ini menciptakan jutaan lapangan kerja, menyerap tenaga kerja informal, dan secara signifikan berkontribusi pada PDB nasional (60,5% dari UMKM) serta menekan angka pengangguran, menunjukkan peran pentingnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Sayangnya, kontribusi besar ini kontras dengan realita kesejahteraan pengemudi. Sistem pembagian keuntungan yang timpang, status "mitra" yang menihilkan hak-hak pekerja, serta biaya operasional yang sepenuhnya ditanggung pengemudi menjadi sumber utama keluhan. Insentif yang terus merosot, tarif aplikasi yang tak seimbang, dan minimnya bantuan (seperti santunan Idul Fitri yang tidak sepadan) memperburuk kondisi finansial mereka.
Akar masalahnya terletak pada praktik pemotongan tarif yang tak terkendali, bahkan mencapai 50-70% dari tarif pelanggan, jauh melampaui batas maksimal 20% yang direkomendasikan pemerintah. Ilustrasinya, pengemudi hanya menerima Rp5.200 dari tarif Rp18.000. Praktik ini mencerminkan eksploitasi yang merugikan pengemudi, memaksa mereka bekerja lebih keras dengan penghasilan yang terus tergerus.
Minimnya transparansi dalam penetapan tarif memperparah situasi. Pengemudi merasa terpinggirkan dalam proses pengambilan keputusan, menjadikan aplikator pemilik otoritas tunggal. Ketidakpastian dan kontrol yang terbatas atas tarif ini menumbuhkan rasa tidak aman dan ketidakadilan yang berimbas pada kualitas hidup dan motivasi kerja pengemudi.
Koperasi Ojek Online: Menawarkan Solusi Berdaya
Di tengah kompleksitas permasalahan ini, pendirian KOI hadir sebagai solusi alternatif yang menjanjikan. Melalui sistem koperasi, pengemudi tidak lagi menjadi "mitra" yang rentan, melainkan anggota sekaligus pemilik koperasi. Sebagai pemilik, mereka memiliki hak suara yang setara dalam setiap pengambilan keputusan strategis, termasuk penentuan sistem bagi hasil yang adil, pengelolaan keuntungan koperasi, dan penetapan kebijakan operasional.
Model koperasi yang mengedepankan kekeluargaan dan gotong royong memberikan pengemudi kontrol yang lebih besar atas kebijakan yang memengaruhi mata pencaharian mereka. Berbeda dengan aplikator yang berorientasi pada keuntungan korporasi, koperasi fokus pada kesejahteraan anggotanya. Sistem pembagian keuntungan dalam koperasi dapat dirancang secara lebih adil dan proporsional, memastikan setiap pengemudi merasa dihargai.
Koperasi juga berpotensi menyediakan fasilitas dan layanan krusial, seperti:
- Program asuransi kerja komprehensif.
- Program tabungan terstruktur.
- Mekanisme bantuan dana darurat.
Dengan mengadopsi model bisnis yang inklusif dan berorientasi pada anggota, koperasi dapat menjadi solusi nyata bagi pengemudi ojol agar mereka dapat bekerja dengan aman, tenang, dan produktif.
Tantangan dan Langkah Strategis
Meski menjanjikan, mewujudkan KOI bukan tanpa tantangan:
- Pendanaan Awal: Membutuhkan modal yang besar. Dukungan pemerintah dan investor sangat diperlukan. Prakarsa pemerintah mendirikan Koperasi Merah Putih dapat direplikasi untuk ojol. Rencana PP Muhammadiyah membuat perusahaan aplikator ojol sebaiknya diwujudkan dalam bentuk koperasi.
- Manajemen Profesional: Koperasi harus dikelola secara profesional agar dapat bersaing. Pelatihan manajemen dan tata kelola koperasi sangat penting.
- Regulasi Pemerintah: Kebijakan yang mendukung pembentukan KOI, termasuk insentif, sangat dibutuhkan.
- Kesadaran dan Partisipasi Pengemudi: Edukasi dan sosialisasi perlu dilakukan agar ide ini diterima luas.
Menuju Ekosistem yang Lebih Adil
KOI bukan sekadar gagasan alternatif, melainkan langkah progresif untuk mengubah ekosistem transportasi daring. Melalui koperasi, pengemudi menjadi pemilik dan pengendali atas sistem bagi hasil, perlindungan kerja, dan kesejahteraan mereka. Koperasi menawarkan model bisnis yang lebih adil, transparan, dan berorientasi pada kepentingan komunitas pengemudi.
Pemerintah, masyarakat, dan pengemudi ojol harus bersatu mencari solusi yang berkelanjutan dan berkeadilan. Kerja sama erat, dukungan penuh, dan semangat gotong royong dapat mewujudkan industri yang tidak hanya menguntungkan secara ekonomi tetapi juga menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Masa depan ojol yang lebih adil dan manusiawi terletak pada kemampuan kita mewujudkan gagasan koperasi ini menjadi kenyataan.