Studi Terbaru Ungkap Kemiripan Gangguan Kognitif pada Hewan dan Manusia

Studi Terbaru Ungkap Kemiripan Gangguan Kognitif pada Hewan dan Manusia

Sejumlah penelitian terbaru telah membuka cakrawala baru dalam pemahaman kita tentang kesehatan mental hewan. Selama ini, anggapan bahwa masalah kesehatan mental hanya dialami manusia mulai terbantahkan. Studi-studi komprehensif, yang melibatkan berbagai spesies, menunjukkan adanya kesamaan gejala dan mekanisme di balik gangguan kognitif pada hewan dan manusia. Salah satu temuan menarik datang dari observasi terhadap Max, seekor Labrador Retriever yang berusia 16 tahun. Max, yang dulunya aktif dan ceria, menunjukkan gejala-gejala yang mengarah pada sindrom disfungsi kognitif, sebuah kondisi yang mirip dengan penyakit Alzheimer pada manusia. Gejala-gejalanya meliputi kesulitan tidur, mudah tersinggung, dan kehilangan kemampuan memahami perintah sederhana. Kasus Max menggarisbawahi kompleksitas kesehatan mental hewan dan perlunya penelitian lebih lanjut untuk memahami penyakit ini.

Memahami Aspek Genetik dan Lingkungan

Studi ini juga meneliti peran genetika dalam perkembangan gangguan kognitif pada hewan. Walaupun sindrom Down, sebuah kondisi genetik yang memengaruhi pembelajaran dan kognisi pada manusia, tidak ditemukan pada sebagian besar spesies hewan karena perbedaan struktur kromosom, penelitian menemukan kesamaan pada primata. Contohnya, Kanako, seekor simpanse betina yang lahir dengan kromosom tambahan, menunjukkan masalah kesehatan yang mirip dengan sindrom Down. Meskipun penelitian belum bisa sepenuhnya mengkonfirmasi dampaknya pada kemampuan kognitif Kanako karena faktor penglihatan, kasus ini tetap memberikan bukti adanya korelasi antara genetika dan gangguan kognitif pada hewan.

Di luar faktor genetik, lingkungan juga berperan penting. Hewan, seperti manusia, dapat mengalami gangguan kesehatan mental sebagai respon terhadap stres dan trauma. Anjing-anjing pekerja, misalnya, ramping mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD). Gejalanya, seperti kecemasan berlebihan dan respon hiperaktif terhadap rangsangan, mirip dengan PTSD pada manusia. Intervensi, baik berupa pengobatan maupun terapi perilaku, terbukti efektif untuk meringankan kondisi ini.

Stres Lingkungan sebagai Faktor Pencetus

Stres kronis yang diakibatkan oleh lingkungan juga dapat memicu masalah kesehatan mental pada hewan. Hewan yang hidup di penangkaran, seperti di kebun binatang atau laboratorium, seringkali menghadapi kondisi yang membatasi perilaku alaminya. Kebisingan, suhu yang tidak ideal, dan kurangnya kesempatan untuk melakukan aktivitas normal, dapat menyebabkan stres dan gangguan mental. Untuk mengatasi ini, para ahli merekomendasikan pengayaan lingkungan, seperti penyediaan objek dan aktivitas yang merangsang pikiran hewan dan meniru habitat alaminya. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres dan meningkatkan kesejahteraan mental mereka.

Kesimpulannya, penelitian terbaru menunjukkan bahwa gangguan kognitif dan masalah kesehatan mental bukan hanya monopoli manusia. Hewan juga rentan terhadap kondisi ini, dengan gejala dan penyebab yang memiliki kemiripan dengan manusia. Pemahaman ini membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut, dan pengembangan intervensi yang lebih efektif untuk membantu hewan yang menderita gangguan mental.