DPR Soroti Praktik Jual Beli Suara yang Anulir Pilkada Barito Utara
Komisi II DPR RI menyampaikan kekecewaannya atas praktik politik uang yang terjadi dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Barito Utara, Kalimantan Tengah. Praktik tersebut berujung pada diskualifikasi seluruh kandidat oleh Mahkamah Konstitusi (MK).
Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Dede Macan Yusuf, mengungkapkan kekecewaannya atas kejadian ini. Menurutnya, DPR telah mengingatkan pemerintah, penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu), serta Kementerian Dalam Negeri untuk mengawal PSU agar berjalan lancar dan mengantisipasi terjadinya pelanggaran. Namun, kenyataannya, praktik jual beli suara tetap terjadi dan memicu pembatalan hasil pilkada oleh MK.
"Kita cukup kecewa karena kita sudah amanatkan kepada pemerintah, KPU, Bawaslu, Kemendagri bahwa jaga baik-baik. Jangan sampai Pilkada ini sudah PSU, nanti di-PSU-kan kembali oleh MK, dan ternyata benar," ujar Dede Yusuf.
Politisi dari Partai Demokrat itu juga menyatakan tidak dapat menyalahkan putusan MK yang mendiskualifikasi seluruh pasangan calon. Pasalnya, putusan tersebut didasarkan pada bukti-bukti yang kuat, termasuk praktik jual beli suara dengan nilai yang fantastis, mencapai jutaan rupiah per suara. Dede menyebutkan, informasi yang diterimanya menunjukkan harga suara bisa mencapai Rp 6 juta hingga Rp 16 juta.
"Saya tidak bisa menyalahkan MK karena memang ada bukti-bukti. Salah satu yang saya dengar itu kan masalah bukti harga suara, bisa dihargai sampai Rp 6 juta sampai Rp 16 juta," ucap Dede Yusuf.
Dede menilai praktik politik uang ini mencerminkan kondisi demokrasi yang tidak sehat. Ia menyoroti selisih suara yang sangat tipis dalam Pilkada Barito Utara. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah praktik jual beli suara tersebut dilakukan untuk memenangkan sejumlah kecil suara dengan harga yang sangat mahal, atau melibatkan ratusan ribu suara dengan biaya yang signifikan.
"Konteksnya kan begini, Pilkada di Barito Utara itu memang posisinya sangat beda tipis. Apakah segitu yang dihargai jutaan atau ada ratusan ribu suara. Kalau memang jumlah ratusan ribu yang dibiayai dengan angka segitu ya itu menandakan bahwa demokrasi kita tidak sehat," sambungnya.
Sebelumnya, MK memang telah mendiskualifikasi seluruh pasangan calon bupati dan wakil bupati dalam Pilkada Kabupaten Barito Utara tahun 2024. Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang gugatan hasil Pilkada Barito Utara. Pasangan calon yang didiskualifikasi adalah pasangan nomor urut 1 (H. Gogo Purman Jaya, S.Sos., dan Drs. Hendro Nakalelo, M.Si.) dan pasangan nomor urut 2 (Akhmad Gunadi Nadalsyah, S.E., B.A., dan Sastra Jaya).
Hakim MK, Guntur Hamzah, menjelaskan bahwa kedua pasangan calon terbukti terlibat dalam praktik politik uang yang masif dan merusak integritas demokrasi. MK menilai praktik ini tidak dapat ditoleransi dan dianggap telah mencederai prinsip-prinsip pemilihan umum yang jujur dan adil sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 22E Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945.
MK juga memerintahkan KPU untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilkada Barito Utara, mulai dari tahap pencalonan hingga pemungutan suara. PSU harus dilaksanakan paling lambat 90 hari sejak putusan MK diucapkan, dan hasilnya tidak perlu dilaporkan kembali kepada Mahkamah.