Pemerintah Dorong Peningkatan Produksi Kelapa Nasional di Tengah Lonjakan Harga

Kenaikan harga kelapa di pasar domestik tidak akan menghentikan laju ekspor komoditas tersebut. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyampaikan bahwa solusi utama untuk mengatasi tingginya harga kelapa di dalam negeri adalah dengan meningkatkan produksi melalui penanaman yang lebih masif oleh para petani.

Dalam acara World of Coffee Jakarta 2025, Zulkifli Hasan menekankan bahwa kenaikan harga justru memberikan dampak positif bagi petani kelapa. Aktivitas ekspor, menurutnya, memberikan insentif bagi petani untuk melakukan penanaman ulang, yang pada gilirannya akan meningkatkan perputaran ekonomi di tingkat petani. Pemerintah tidak berencana untuk menghentikan ekspor kelapa karena hal tersebut justru memacu petani untuk meningkatkan produksi.

Lonjakan harga kelapa di Indonesia dipicu oleh tingginya permintaan ekspor, terutama dari China. Kelapa Indonesia banyak diolah menjadi santan kelapa sebagai pengganti susu dalam berbagai produk makanan dan minuman. Fenomena ini menyebabkan kelangkaan pasokan di dalam negeri dan mendorong kenaikan harga.

Di beberapa pasar tradisional, harga kelapa parut telah melonjak hingga dua kali lipat. Pada bulan April 2025, harga satu butir kelapa parut di Pasar Rawa Bebek, Bekasi, mencapai Rp 25.000, tergantung pada ukuran. Kenaikan ini signifikan dibandingkan dengan harga normal yang berkisar antara Rp 10.000 hingga Rp 15.000.

Sebelumnya, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mengusulkan moratorium ekspor kelapa bulat selama enam bulan untuk menstabilkan pasokan domestik. Langkah ini dianggap perlu untuk menata kelola industri kelapa, mengingat kelangkaan bahan baku telah mengancam keberlangsungan industri dan berpotensi mengurangi tenaga kerja. Usulan moratorium tersebut diajukan dalam rapat koordinasi antar kementerian/lembaga sebagai solusi jangka pendek untuk mengatasi masalah pasokan kelapa di dalam negeri.