Rekor Pencairan Es Laut Global di Bulan Februari: Lonceng Peringatan Krisis Iklim
Rekor Pencairan Es Laut Global di Bulan Februari: Lonceng Peringatan Krisis Iklim
Data terbaru dari Copernicus Climate Change Service mengungkap fakta mengejutkan: volume es laut global di bulan Februari 2025 mencapai titik terendah sepanjang sejarah pencatatan, sejak tahun 1979. Temuan ini menjadi bukti nyata percepatan pemanasan global dan dampaknya yang signifikan terhadap ekosistem planet Bumi. Minimnya es laut di kutub utara dan selatan telah mendorong luas es laut global ke titik terendah sepanjang masa, sebuah sinyal peringatan serius terhadap ancaman perubahan iklim.
Samantha Burgess dari Copernicus Climate Change Service menekankan, mencairnya es laut merupakan konsekuensi langsung dari peningkatan suhu global. Hilangnya es laut bukan hanya fenomena lingkungan semata, tetapi juga berdampak luas terhadap kehidupan manusia dan satwa liar yang bergantung pada es laut sebagai habitat. Pencairan es laut juga memperparah pemanasan global karena permukaan laut yang terekspos menyerap lebih banyak sinar matahari, menciptakan siklus umpan balik positif yang mempercepat laju pemanasan.
Data Copernicus, yang dikumpulkan dari berbagai sumber seperti satelit, kapal, pesawat terbang, dan stasiun cuaca di seluruh dunia, menunjukkan tren yang mengkhawatirkan. Tidak hanya Februari 2025 mencatatkan rekor terendah es laut, tetapi juga bulan Januari 2025 tercatat sebagai Januari terhangat sepanjang sejarah, meskipun Bumi tengah berada dalam fase La Nina, yang secara umum diasosiasikan dengan suhu yang lebih dingin. Lebih lanjut, Februari 2025 tercatat sebagai bulan Februari terhangat ketiga sejak pencatatan dimulai, dengan suhu rata-rata 1,59 derajat Celcius lebih tinggi dari tingkat pra-industri (1850-1900).
Perjanjian Paris 2015 menargetkan pembatasan pemanasan global di bawah 1,5 derajat Celcius. Namun, data terkini menunjukkan bahwa Bumi secara konsisten melampaui target tersebut. Tren pemanasan global ini tidak merata di seluruh dunia. Meskipun badai musim dingin yang ekstrem melanda Amerika Serikat dengan suhu yang memecahkan rekor di bulan Februari lalu, sebagian besar wilayah dunia mengalami suhu di atas rata-rata. Yang paling mengkhawatirkan adalah pemanasan ekstrem di Kutub Utara, dengan peningkatan suhu hingga 20 derajat Celcius pada tanggal 2 Februari. Wilayah ini memanas sekitar empat kali lebih cepat daripada wilayah lain di dunia.
Dampak perubahan iklim sudah terasa secara global dan mengancam miliaran manusia. Peristiwa ekstrem seperti kebakaran hutan yang lebih sering dan hebat, cuaca ekstrem yang merusak, naiknya permukaan laut yang mengancam masyarakat pesisir, dan kekeringan yang merusak lahan pertanian dan produksi pangan, merupakan beberapa konsekuensi yang tak dapat diabaikan. Data pencairan es laut yang memecahkan rekor ini seharusnya menjadi panggilan bagi tindakan global yang lebih tegas dan segera untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencegah bencana iklim yang lebih besar di masa depan.
Berikut ringkasan poin penting:
- Februari 2025 mencatat volume es laut global terendah sepanjang sejarah.
- Pencairan es laut mempercepat pemanasan global karena peningkatan penyerapan sinar matahari oleh lautan.
- Januari dan Februari 2025 tercatat sebagai bulan terhangat dalam sejarah.
- Kutub Utara memanas empat kali lebih cepat daripada rata-rata global.
- Perubahan iklim memicu berbagai dampak negatif yang mengancam kehidupan manusia dan ekosistem.