Menkominfo Soroti Gelombang PHK Jurnalis Akibat Gempuran Teknologi

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo), Meutya Hafid, mengungkapkan keprihatinannya atas meningkatnya angka pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dialami para jurnalis di berbagai media massa. Fenomena ini, menurutnya, merupakan konsekuensi dari disrupsi teknologi yang mengubah lanskap industri media secara fundamental.

Dalam acara serah terima jabatan anggota Dewan Pers periode 2025-2028, Meutya menyoroti bahwa masalah ini bukan sekadar urusan bisnis semata. Lebih dari itu, gelombang PHK jurnalis mengancam kualitas demokrasi dan hak masyarakat untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya.

“Tekanan yang dialami ruang redaksi saat ini menyebabkan banyak jurnalis kehilangan mata pencaharian,” ujarnya. Ia menambahkan, “Ini bukan hanya soal kelangsungan bisnis media, tetapi juga menyangkut kualitas demokrasi dan hak publik atas informasi yang benar.”

Meutya menekankan perlunya kolaborasi antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah, Dewan Pers, komunitas jurnalis, akademisi, dan pelaku industri digital, untuk mengatasi tantangan ini. Ia mengingatkan bahwa perubahan teknologi yang pesat menuntut adaptasi cepat dari semua pihak.

“Kita harus menjaga ketahanan para pekerja pers agar mereka dapat terus berkarya. Peran Dewan Pers sangat krusial sebagai garda terdepan dalam menjaga independensi, etika, dan kualitas jurnalisme di Indonesia,” tegasnya.

Menkominfo juga menyampaikan keyakinannya terhadap para anggota Dewan Pers periode 2025-2028, yang diketuai oleh Komaruddin Hidayat, untuk melanjutkan upaya menjaga ekosistem pers yang sehat dan profesional.

Pada kesempatan itu, Meutya memberikan apresiasi kepada Ketua Dewan Pers periode sebelumnya, Ninik Rahayu, atas kepemimpinannya sebagai perempuan pertama yang memimpin lembaga tersebut.

“Kehadiran saya di acara serah terima jabatan ini merupakan bentuk penghargaan kepada Ibu Ninik Rahayu, Ketua Dewan Pers perempuan pertama,” ungkapnya.

Menkominfo juga menyoroti tantangan yang semakin kompleks di era media baru, terutama dengan munculnya teknologi kecerdasan buatan (AI). Ia memperingatkan bahwa akan semakin sulit untuk membedakan antara informasi yang benar dan yang palsu. Oleh karena itu, media harus tetap berpegang teguh pada kode etik jurnalistik.

“Di tengah banjir informasi, kita harus tetap cermat dalam memilah informasi yang sesuai dengan kode etik jurnalistik, meskipun kita menjunjung tinggi kebebasan berekspresi,” tegasnya.

Meutya menekankan pentingnya komunikasi aktif antara Dewan Pers dan para pemangku kepentingan serta keterlibatan dalam mengawasi ruang digital agar dipenuhi dengan karya jurnalistik yang berkualitas dan profesional.

“Kementerian Kominfo akan sangat terbantu jika Dewan Pers terus aktif menjaga kualitas ruang publik dan memperkuat komunikasi internal,” pungkasnya.