Laporan Mengkhawatirkan: Kekerasan Seksual di Ranah Digital Ancam Jurnalis Perempuan Indonesia

Kekerasan Terhadap Jurnalis Perempuan Meningkat Pesat di Ranah Digital

Sebuah laporan yang mengkhawatirkan mengungkapkan bahwa kekerasan seksual terhadap jurnalis perempuan di Indonesia mengalami peningkatan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Mantan Ketua Dewan Pers, Ninik Rahayu, menyampaikan data yang mencengangkan, menunjukkan bahwa 87% kasus kekerasan seksual yang dialami jurnalis perempuan terjadi di ruang digital.

Temuan ini menyoroti kerentanan yang dihadapi para jurnalis perempuan dalam menjalankan tugas mereka, terutama di era digital yang menawarkan platform bagi penyebaran ujaran kebencian dan serangan yang ditargetkan.

Selain kekerasan seksual di dunia maya, kekerasan fisik terhadap jurnalis juga masih menjadi ancaman nyata di berbagai daerah di Indonesia. Kondisi ini semakin memperburuk iklim kerja yang sudah penuh tekanan bagi para pencari berita.

Sistem Perlindungan Jurnalis Belum Optimal

Ninik Rahayu menekankan bahwa sistem perlindungan dan penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis masih jauh dari kata ideal. Banyak kasus yang terhenti di tahap penyelidikan tanpa kejelasan, menimbulkan rasa frustrasi dan ketidakpercayaan di kalangan jurnalis yang menjadi korban. Ketiadaan kepastian hukum dan lambatnya proses penanganan kasus menjadi penghalang utama bagi upaya perlindungan jurnalis.

Dewan Pers mengakui bahwa upaya perlindungan terhadap jurnalis yang mengalami kekerasan belum berjalan secara sistematis dan komprehensif. Hal ini mendorong Dewan Pers untuk mengambil langkah-langkah proaktif dalam meningkatkan perlindungan bagi para jurnalis.

Pembentukan SATGAS Nasional Perlindungan Keselamatan Jurnalis

Guna mengatasi masalah ini, Dewan Pers bekerja sama dengan Institute for Media & Society (IMS) membentuk Satuan Tugas Nasional Perlindungan Keselamatan Jurnalis (SATNAS). Satgas ini dibentuk dengan tujuan untuk mempercepat penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis dalam seluruh tahapan kerja jurnalistik. Mulai dari pencarian, pengolahan, penyimpanan, penyebaran informasi, hingga pasca produksi.

Diharapkan dengan adanya SATNAS, penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis dapat diselesaikan dengan lebih cepat, memberikan kepastian hukum, pemulihan bagi korban, dan keadilan bagi jurnalis yang menjalankan tugas.

Perlindungan Bagi Pers Kampus dan Media Alternatif

Dewan Pers juga berkomitmen untuk memberikan perlindungan lebih kepada pers kampus dan media alternatif. Mereka dipandang sebagai bagian penting dari masa depan ekosistem pers Indonesia. Ninik Rahayu menekankan bahwa pers kampus dan media alternatif juga berhak mendapatkan perhatian dan perlindungan yang layak.

Langkah ini diharapkan dapat menciptakan lingkungan yang lebih aman dan kondusif bagi seluruh pelaku pers di Indonesia, sehingga mereka dapat menjalankan tugas jurnalistik dengan bebas dan tanpa rasa takut.

Dengan adanya upaya-upaya ini, diharapkan angka kekerasan terhadap jurnalis dapat ditekan dan kebebasan pers di Indonesia dapat semakin terjamin.